Treat others, as we want to be treated

Written by Sachdar Gunawan | Thursday, June 14, 2007 | | 0 Comment »

If we work or provide more services than we receive rewards Seara willing and happy with everything, we will develop a good positive attitude, which is the basis or foundation of an interesting personality.

If we have an attractive personality, we can make almost all people behave like we want. Treat others, as we want to be treated. Apply the golden rule in everyday life. If people do not directly respond, keep doing and doing. If still not successful, we may think, if we still want to be with the people like itu.

Step 7 Dynamic Believe In Yourself

Written by Sachdar Gunawan | Monday, June 11, 2007 | | 0 Comment »

elieving in yourself is an important factor in life that make a big difference between success and failure, happiness and disappointment, satisfaction and frustration. Some people are lucky, naturally pecaya yourself. But believing in yourself is not difficult to understand the nature and owned. Confidence is an attitude that can be learned, trained, and utilized by anyone. Here, 7 steps that can help develop self-confidence that dynamic.

Start with the principle
In essence, this principle says, to get the nature you want, start by behaving as if you already have it. If you want more daring, try to act as if you have great courage. The same if you want to believe in yourself. Start with acting as if you are an extraordinary person believing in yourself

Accept responsibility
One important element to develop self-confidence that dynamic is the ability to accept responsibility for your life and your actions. According to business consultants, a sense of responsibility has a strong relationship with the sense of believing in yourself that can create success.

Gerald Kushel, Ed. D., director of the Institute of Effective Thinking said, on the basis of observations from year to year to the thousands of managers, he found, the most important qualities that everyone has high achievers is a sense of responsibility that encourages them to always excel, no matter what external forces that affect. Conversely, if bad managers fail to achieve their maximum capability, they pass the blame for anything, anyone: a difficult boss, a wife who does not support, co-workers who do not cooperate and so forth.

Do not let your words weaken your
Apart from all the efforts and good intentions, some people break down the sense of believing in yourself with the way they talk about themselves and their dreams. The road to self-confidence that the dynamic will move more quickly if you develop a positive belief in yourself. Way, according to psychologist Robert Anthony, Ph.. D., is to eliminate the deadly expressions and replace them with creative expressions. He suggested making the transition simple language, but effectively, from negative to positive statements. Instead of saying. 'I have to ...'. replace with, 'I want ....'. Eliminate the words 'I can not' and say to yourself, 'I can'. Leave the word 'difficult' and use the word 'challenging'. Imagine in the heart of seeing 'the problem' to 'see' opportunity '. Instead of saying, 'In the end I had to', it's better for the strong commitment by saying, 'Now I will! "

Accept the challenge
Rather than give in to your fear, try to take reasonable risks. Thank despite daunting challenges and try not to ask for help from many others. Doing this gives you the opportunity invaluable to overcome the situation, face to face with the challenge and conquer it. Accepting the challenge in life is always the power of belief in yourself.

Reject the negative feedback
Try to look at the people around you. Are they positive, supportive, and membersarkan your heart? Or most of them are people who think negatively, which destroy your confidence by questioning the ability, experience and your aspirations? If you feel your friends, peers and even your family members too detractors and negative, consider to stay away from acquaintances who deskruktif emotionally. Avoid negative type and the type who says 'not agree'

Follow the positive voices
While setting aside the negative effects, try to be open to all poisitif influence in your life. Confidence is contagious. If you are surrounded by people who are positive, passionate, believe in yourself, your personality tends to make the properties of the same. That is why, a leading author, Robert Schuller encourage people to do whatever they can do to make sure, their environment is filled with people who strengthen and positive experience. Find friends, acquaintances, literature, books, tv shows and movies are entertaining, funny, inspiring, inspire, educate, motivate and challenge you become a better person and more productive, he wrote the book Tough Minded Faith for Tender Hearted People.

Make unrest as an ally
Seeking a promotion, ask the boss to get a raise, or tampail as public speaker, a few events in life that create a crisis of confidence, raising the level of unrest is actually an ally. In the sense of worry or fret there is always a tool to shape and beat him. For example: increased energy, higher awareness, sharper mind, thoughts that jerk. Rather than spending the energy wasted in panic anxiety, take advantage to meet the challenges effectively and assertively.

Kebijakan seorang tabib

Written by Sachdar Gunawan | Monday, June 04, 2007 | | 0 Comment »

Alkisah, zaman dahulu, hidup seorang wanita muda bernama “lien” yang baru saja dipersunting oleh pemuda tampan. Ia tinggal serumah dengan orangtua si pemuda. Minggu-minggu awal, ia merasa nyaman tinggal di sana, tapi semakin hari, ia menjadi gusar, lantaran perbedaan paham antara ia dan ibu suaminya. Hampir setiap hari, ketika suaminya pergi bekerja, ia dan mertuanya berselisih, walaupun hanya dengan ucapan, tapi sungguh hal itu tidak mengenakan hatinya.

Bahkan suaminya, yang telah mengetahui hal itu, menjadi stress dibuatnya. Segala cara ia lakukan untuk mendamaikan istri dan orangtuanya, tetapi hasilnya nihil. Ego mereka sama-sama besar, sifat mereka sama-sama keras.

Pada puncak kekesalannya, lien berusaha untuk menyelesaikan masalahnya di rumah, ia teringat dengan seorang tabib, sahabat almarhum ayahnya. Hari itu ia segera ke tempat tabib itu.

Sesampainya di sana, ia menceritakan segala permasalahannya di rumah, dan ia meyakini bahwa jalan keluar satu-satunya, adalah menghilangkan nyawa ibu mertuanya.

Tabib, yang terkenal cukup bijak ini, memahami betul masalah yang dialami lien, ia menangkap bahwa, kedatangan lien kepadanya hanya untuk meminta racun untuk membunuh ibu mertuanya.

“hmm… bila kmu mau meracuninya, jangan dengan racun yang efeknya cepat, sehingga oranglain tidak ada yang curiga.” Ujar sang tabib.

“lalu, racun seperti apa, yang efeknya tidak cepat.” Ujar lien.

“tunggu sebentar,,,” kemudian sang tabib, masuk ke kamarnya dan mengambil sesuatu yang dikemas dalam botol kecil.

”kamu masak, masakan yang paling ibu mertuamu sukai, lalu taburkan ini” ujar tabib sambil memberikan botol kecil itu.

”dan satu hal lagi,.. agar tidak ada yang mencurigai bahwa kamu telah meracuninya, kamu harus bersikap baik terhadapnya”

Setelah menerima botol dan beberapa nasehat dari tabib, lien kembali ke rumahnya. Ia kembali dengan hati senang, karena tidak lama lagi, masalahnya di rumah akan segera selesai.

Sejak itu, sikap lien terhadap ibu mertuanya sangat baik. Kali ini lien tidak pernah menyanggah setiap perkataan ibu mertuanya, ia terlihat sangat sabar sekali. Ia juga seringkali membuat masakan kesukaan ibu mertuanya, dan itu membuat sikap ibu mertua terhadapnya juga berubah. Ibu mertuanya, tidak bawel seperti dulu, ia sangat menyayangi menantunya [lien] seperti anaknya sendiri.

Sejak itu, suasana kehidupan di rumah sangat nyaman, dan penuh kebahagiaan, karena satu sama lain sudah bisa saling menghargai dan menghormati. Lien pun merasa senang sekali, karena ibu mertuanya sudah tidak seperti dulu, kini iapun sangat menyayanginya. Tapi..... tapi ada satu hal yang membuat lien khawatir, ia akan merasa sangat bersalah sekali jika, racun yang setiap hari ia berikan kepada ibu mertuanya akan berdampak kepada kematian. Saat ini, ia tidak ingin ibu mertuanya meninggal. Kemudian ia segera mendatangi tabib yang dulu telah memberinya racun.

Lien menceritakan kondisi rumahnya saat ini, ia tidak ingin ibu mertuanya meninggal, karena saat ini ia sangat sayang sekali kepadanya. Ia ingin agar sang tabib memberikan obat penawar racun.

Tetapi, tabib hanya tersenyum, dan itu membuat lien merasa heran.

Sang tabib mengatakan bahwa, botol kecil yang dulu pernah ia berikan kepada lien, isinya bukan racun, tetapi hanya obat reumatik untuk manula. Ia sengaja melakukan itu, agar lien mau membuka mata hatinya, bahwa masih ada cara yang lebih mulia untuk menyelesaikan masalahnya di rumah.

Setelah itu, lien berterimakasih kepada sang tabib. Ia mendapatkan pelajaran yang sangat berharga sekali dari lelaki tua itu.


Pal Kilometer

Written by Sachdar Gunawan | Monday, May 28, 2007 | | 0 Comment »

Ini menyangkut persoalan motivasi. Kadang-kadang kita begitu bergairah dalam menghadapi sesuatu, dan terkadang sebaliknya seolah-olah bio-ritme kita berada di titik nadir. Berbicara masalah motivasi, orang sering mengacu pada tangga kebutuhan manusia yang ditawarkan oleh Abraham Maslow berturut-turut dari yang rendah : Kebutuhan fisik dan biologis – Kebutuhan akan rasa aman – Kebutuhan untuk diterima – Kebutuhan pemenuhan ego dan, - Kebutuhan memperoleh kesempatan realisasi diri. Frederick Herzberg, murid Maslow menyempurnakan theori gurunya dengan mengatakan bahwa tidak semua pemenuhan dari kebutuhan tersebut dapat menyebabkan orang termotivasi. Orang boleh dipenuhi 3 (tiga) kebutuhannya yang paling bawah namun bila dalam kesempatan yang sama rasa egonya diabaikan ia dapat menjadi sebaliknya, atau bahkan memberontak. Jadi menurut Herzberg, hanya dua kebutuhan yang paling atas yakni kebutuhan pemenuhan ego (Ini dapat dipenuhi dengan teknik yang dijelaskan dalam topik Pasang Selembar Stiker Imajiner) dan realisasi diri yang dapat bertindak sebagai factor motivasi yang riil.

Di dalam kehidupan sehari-hari kapankah kira-kira kita menjadi sangat bergairah atai bermotivasi? Umumnya pada saat-saat mencapai sesuatu yang paling kita inginkan. Seseorang misalnya menginginkan sebuah sepeda motor yang baru, dan ia memang benar-benar menginginkannya. Tetapi kemampuan keuangannya tidak cukup longgar untuk dapat memperoleh motor idaman itu dengan mudah. Iapun mulai menabung dan berusaha meningkatkan penghasilan. Dari waktu ke waktu impian tersebut semakin dekat menjadi kenyataan. Pada moment dekat mencapai tujuan itulah ia menjadi bergairah dan puncaknya akan ia rasakan pada saat sepeda motor tersebut dibelinya. Kehadiran motor itu memang dinikmatinya, berhari-hari bahkan berminggu-minggu namun yang jelas gairah memiliki motor tersebut pasti menurun sejalan dengan perputaran hari, dan akhirnya motor itu tinggal menjadi sekedar alat transportasi. Untuk menjadi bergairah kembali berkenaan dengan alat transportasi, ia harus menginginkan yang lain yang berada sedikit lebih tinggi dari jangkauan kemampuannya, seperti mobil misalnya.

Jadi memasang dan mengejar sasaran yang sedikit berada di atas kemampuan dapat digunakan sebagai cara mengembangkan motivasi. Cara ini seringkali Anton [rekan saya] gunakan pada saat mengendarai mobil di malam hari, dalam keadaan lelah atau kurang bergairah dan sedikit mengantuk. Pertama-tama ia perkirakan jarak yang harus ditempuh dan kebiasaan rata-rata, berapa lama biasanya ia bisa tiba di tujuan. Kalau jarak itu biasa ditempuh dalam waktu 90 menit maka ia pasang target untuk mencapainya dalam 75 atau 80 menit, lalu ia melihat dan memperkirakan waktu tiba di tujuan. Kemudian dipasang semacam “pal kilometer” (milestones) untuk melihat pencapaian sasaran dan kemajuannya pada lokasi-lokasi tertentu, misalnya digunakan kota-kota kecamatan. Setiap kali ia mencapai sasaran atau bahkan melebihinya, ia memperoleh gairah yang meningkat. Jadi kalau ditanya bagaimana caranya mencegah kantuk bila berkendaraan di malam hari, jawabannya sejujurnya memang : “Sedikit ngebut !”.

Pal kilometer juga dapat digunakan untuk merancang perjalanan hidup yang diinginkan. Di dalam kehidupan ini jauh lebih banyak orang yang menyesali waktu atau umur mereka yang telah berlalu. Mereka berandai-andai pada masalah yang telah berlalu : “Kalau saja saya dulu…..bla, bla, bla; tentu saya telah……..bla, bla, bla”. Penyesalan ini akan jauh berkurang apabila mereka menetapkan dengan jelas apa yang menjadi sasaran di dalam menjalani kehidupannya. Dari pada hidup seperti sebutir kelapa di tengah lautan yang tidak tentu kemana nantinya terdampar, tentu jauh lebih baik hidup seperti sebuah perahu yang jelas kemana arah yang ingin dituju. Perjalanan hidup ini dapat dirancang dengan membuat “pal kilometer” selang tiga atau lima tahunan dengan merumuskan hal-hal yang ingin dicapai di setiap palnya, dengan merumuskan berbagai aspek kehidupan seperti: pendidikan dan keterampilan, pekerjaan dan kehidupan profesional, keadaan ekonomi dan keuangan termasuk harta milik, kehidupan rumah tangga bersama suami/istri dan anak-anak, kehidupan sosial, kehidupan spiritual dan lain-lain. Apabila “pal kilometer” kehidupan ini jelas, selain membangkitkan gairah, ia juga akan bertindak selaku piranti pilot otomatis (Baca topik Berani Bermimpi dan Mengembangkan Imajinasi,) Peter M. Senge dalam bukunya The Fifth Discipline mengatakan bahwa dengan cara ini kita selalu punya creative tension.

Cobalah terapkan kiat ini secara iseng dan santai namun konsisten. Anda akan merasakan suatu perubahan yang cukup bermakna pada diri Anda.

Pengembaraan Jiwa

Written by Sachdar Gunawan | Friday, May 25, 2007 | , | 0 Comment »

Kecupan hangat mentari pagi, pada hari ini, menyemangatiku untuk melanjutkan perjalanan hidup. Mungkin itu merupakan kekuatan yang diberikanNya kepada diriku. Mungkin Yang Maha Kuasa, mengetahui bahwa memang saat ini aku membutuhkan kekuatan itu.

Aku merasakan kembali kekuatan itu seperti saat pertama kali bekerja di tempat ini.

”Inisiatif, jiwa visioner, orientasi masa depan, serta kritis.”

Memang sudah seharusnya aku bangun dari tidur panjangku [baca:stag] dan sudah semestinya aku menunjukkan jati diriku yang sesungguhnya. Bukan kepada siapa-siapa, tapi kepada diriku sendiri, kepada diri yang tidak akan pernah lelah untuk bergumul melawan pribadi negatifku.

Aku yakin pergumulan ini tidak akan pernah selesai, tapi aku harus tetap bertahan, aku tidak boleh lengah dari musuh abadiku.

Pengembaraan ini aku lanjutkan kembali dengan niat suci beribadah kepadaMu, semoga tidak menjadi ria bagi diriku. Karena harapanku hanya untuk mendapatkan ridhoMu.

Tinta hitam yang tertoreh dalam kertas putih, telah mencoreng reputasi hidupku. Ingin rasanya menghapus semua kurva buruk yang ada di kertas itu, tapi semua sudah terlambat.

Aku sadar aku telah terlambat, Tapi, buatku belum terlambat untuk membuka lembaran baru, dan mulai mengisi kertas itu dengan content yang baik, susunan yang rapih, dan dihiasi dengan warna cerah nan menarik.

Aku teringat dengan ucapan sahabat rasul :

”Cobaan terbesar bagi seseorang adalah, jika ia merasa dirinya tidak sedang mendapatkan cobaan, terlebih jika ia sangat gembira dengan cobaan itu. Mereka yang seperti itu, tidak akan terselamatkan oleh ketaatannya.” (Ibnul Jauzi Rahimahullah)

Percikan Permenungan

Written by Sachdar Gunawan | Wednesday, May 23, 2007 | , | 0 Comment »

Saat ini adalah titik permulaan hari baru. Hari ini diberikan kepadaku untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya menurut keinginanku. Apa yang kulakukan hari ini adalah sangat penting, oleh karena aku memulai suatu hari baru di dalam hidupku.

Bila hari esok tiba, hari ini akan lenyap untuk selama-lamanya, dan akan meninggalkan sesuatu sebagai hasil usaha itu. Aku berjanji kepada diriku bahwa apa yang ditukarkan itu adalah untuk kebaikan, kemajuan dan suksesku, agar aku tidak akan menyesali harga yang kubayarkan untuk hari ini.

Pikiran dan tingkah lakuku tenang dan segar. Aku menunjukkan keramahan kepada orang lain. Aku tolerans terhadap orang lain; terhadap kekurangan-kekurangan dan kesalahan-kesalahan mereka. Aku memandang sikap mereka dengan hati yang lapang.Aku berlaku dan bertindak seakan-akan apa yang kujadikan sasaranku pasti akan kucapai. Aku memang individu sesuai dengan idamanku, dan gambaran individualitas terpantul dalam setiap perbuatanku.

Aku tidak akan mengijinkan pertimbangan ataupun sikapku dipengaruhi hal-hal yang negatif atau pesimistis. Aku berusaha tersenyum sesering mungkin, sekurang-kurangnya beberapa kali dalam sehari.

Aku memberikan reaksi dengan cara yang tenang dan bijaksana dalam keadaan apapun. Kalaupun aku tidak dapat menguasai suatu keadaan, aku selalu akan berusaha memberikan reaksi dengan cara positif, terhadap fakta-fakta negatif sekalipun.

Akankah, refleksi perenunganku ini menjadi suatu nilai yang berguna untuk diriku? Tapi, yang terpenting adalah, bagaimana usahaku merealisasikan segala hal yang menjadi harapanku.

Seperti halnya, percikan air yang membangunkan masa tidurku [baca:stag], ketika butiran-butiran air itu memeluh wajah, mataku akan terbuka, dan mulai menyadari kondisiku saat itu, selanjutnya, apa yang harus aku lakukan, setelah percikan air itu membangunkanku?

Menumbuhkan Jiwa Yang Sehat

Written by Sachdar Gunawan | Monday, May 21, 2007 | | 0 Comment »

Masing-masing dari kita punya kesempatan hidup hanya sekali. Suatu saat entah kapan, kita akan meninggalkan dunia yang fana ini. Ketika berpulang, jasad kita dibaringkan sejenak di rumah duka. Orang-orang akan datang melayat, atau sebaliknya tidak datang melayat namun mereka yang pernah mengenal kita akan berkomentar tentang sumbangan yang telah kita berikan selama kita masih hidup. Sumbangan tersebut bisa positif, bisa juga negatif, semuanya tergantung dari, dan sekaligus terserah kepada diri kita masing-masing. Sekarang mari kita periksa dan renungkan sejenak, apa kira-kira komentar orang-orang ketika jasad kita berbaring di rumah duka sebelum dikebumikan. Mari kita renungkan juga kehidupan macam mana yang ingin kita jalani, yang bisa jadi akan dikenang oleh generasi penerus di masa yang akan datang.

Alih-alih berfokus pada kesadaran baru untuk menjalani hidup dengan cara berbeda, yang lebih sesuai dengan dorongan nurani kita yang paling dalam, mungkin sebagian dari kita kini terbelenggu oleh rasa bersalah, kenapa tidak dari dulu kita berpikir tentang keberadaan kita serta berpikir tentang pilihan-pilihan yang kita ambil dalam menjalani hidup ini. Rasa bersalah terkadang membuat sebagian dari kita merasa sesak, namun merasa sesak atau sebaliknya menjadi lapang sesungguhnya merupakan pilihan yang ada di tangan kita sendiri. Seperti halnya dengan dua orang tahanan yang sama-sama mendekam di dalam penjara. Di malam hari, dari balik jeruji besi yang seorang bersuka cita menikmati bintang-bintang di langit yang cerah, sementara yang lainnya bersedih menatap comberan berlumpur. Apakah kita merasa lapang dan bahagia atau sesak menderita, semua itu ada di dalam pikiran. Mereka yang arif memberi tahu kita bahwa sudah menjadi kodratnya bahwa manusia itu dapat berbuat salah. Iya juga ya, kita ini kan hanya mahluk ciptaanNya. Jadi, sepanjang kita bukan Tuhan – dan selamanya kita memang hanya ciptaanNya – maka kita tidak akan pernah luput dari kemungkinan berbuat salah. Lalu kenapa harus merasa sesak? Mari kita lupakan sembari mengambil pelajaran dari berbagai kesalahan yang pernah kita perbuat untuk menjadi lebih baik dari waktu ke waktu.

Ya, sesungguhnya di dalam diri kita terdapat jiwa-jiwa yang sehat yang selalu harus dipelihara agar tetap sehat. Mungkin kita telah melupakannya atau mungkin juga ia telah terdistorsi oleh berbagai bujuk rayu suara-suara yang berpusat pada kebendaan semata-mata. Hal-hal di seputar kebendaan itu sendiri bukanlah sesuatu yang tabu karena ia dapat memperluas jangkauan kita dalam berkontribusi. Orang yang lebih kaya sesungguhnya punya peluang yang lebih besar untuk berkontribusi.

Yang dapat menjadi masalah adalah jika kekayaan material tersebut digunakan untuk melindungi diri dari rasa tidak aman karena kita tidak yakin bahwa orang-orang masih dapat menerima keberadaan kita walaupun kita bukan orang yang kaya. Juga dapat menjadi masalah bila tanpa sadar kita menggunakan kekayaan material untuk menenangkan pikiran monyet yang gelisah dan selalu ingin menyuarakan lagu-lagu: “Punyaku lebih baik, dan lihat aku ini lebih kaya”.

Jiwa yang sehat akan tumbuh dalam keseimbangan, antara kehidupan material, sosial, emosional dan spiritual. Kita memang dapat menjadi kaya secara material dari apa yang kita hasilkan namun kita hanya dapat menjadi kaya secara batin dari apa yang telah kita berikan kepada orang-orang di sekeliling kita. Orang-orang bijak memberi kita petunjuk bahwa untuk menghasilkan sesuatu, mulailah dengan memberi. Barangkali istilah take and give sudah saatnya untuk diganti dengan give and get karena, konotasinya ada pada memulai dengan memberi.

Mungkin di antara kita bersikap skeptis: “Untuk diri sayapun masih kurang, mengapa pula saya harus memberikannya kepada orang lain?”. Anda tidak salah namun ada baiknya kalau kita mengubah cara berpikir dan mencoba mencari, apakah yang dapat kita berikan dan kalau kita selalu memberikannya kepada orang lain harta tersebut justru akan bertambah banyak? Jawabannya antara lain adalah: penghargaan dan rasa hormat, senyum yang tulus, pengetahuan yang kita miliki, dan lain sebagainya. Maka mulailah belajar mengembangkan lebih banyak senyum, senyum yang lebih tulus. Kita bisa mulai dengan tersenyum secara timbal balik kepada organ-organ di dalam tubuh seperti jantung, paru-paru, hati, ginjal dan lain sebagainya. Kita juga dapat mulai tersenyum secara timbal balik dengan pepohonan di sepanjang jalan yang kita lalui. Kita juga dapat tersenyum secara timbal balik kepada kupu-kupu yang bercanda-ria dengan bunga yang mekar mewangi. Dan akhirnya kitapun punya senyum dalam jumlah tanpa batas yang dapat kita berikan kepada siapa saja yang kita jumpai.

Memahami/Mengendalikan Ego & Menghargai Perbedaan

Written by Sachdar Gunawan | Tuesday, May 08, 2007 | | 1 Comment »

Seperti gurat-gurat sidik jari yang berbeda satu sama lain, demikian juga halnya dengan sifat-sifat, sikap dasar, karakter, bakat dan potensi yang ada pada setiap orang.

Sikap dasar, karakter dan pola pikir yang menjadi acuan utama dalam bertindak (yang disebut Mind-set) ini memberi kita semacam perintah-perintah di luar kesadaran: “Beginilah semestinya kita bertindak!”.

Tanpa sadar, seringkali kita melihat dengan kaca mata negatif perbedaan di antara kita dengan orang lain lalu kita bergumam di dalam hati: “Kok dia begitu? Mestinya begini dong!”. Dengan kaca mata negatif juga ego kita jadi terpancing ketika kita melihat kelebihan pada diri orang lain. Bagian Kanak-kanak pada diri kita merengek meminta dukungan dan pembenaran terhadap anggapan baku kita: “Punyaku lebih baik, aku lebih hebat dari dia”.
Begitulah “pikiran monyet” atau ego, tanpa kita sadari telah bersikap gelisah serta bertindak salah tingkah, dalam upaya melindungi harga diri sebagai “sosok pribadi yang bermartabat”. Dan tanpa sadar kita terobsesi mengubah orang lain, agar mereka punya cara pandang yang sama dengan kita.

Sekarang kita bisa melihat bahwa sejauh ini kita telah dicemari oleh “jiwa yang tidak sehat” atau ego yang tak terkendali karena tidak pernah diperiksa. Sekarang kita bisa melihat bahwa selama ini kita telah diganduli oleh “pikiran monyet” yang selalu meminta perhatian dan menuntut pembenaran.

Bila kita bisa melihatnya dengan jelas, tentu kita bisa memisahkannya dari diri kita. Dengan memandang dari jarak tertentu serta mengamati perbedaan antara diri kita yang sesungguhnya dengan “pikiran monyet’ yang selama ini kita gendong, sekarang kita bisa mempunyai kesadaran baru bahwa mulai sekarang kita bisa menjadi insan yang berbeda, yang tidak lagi terbelenggu oleh ego.

Kita tidak harus menghancurkan ego kita sendiri karena ia memang menjadi bagian yang tak terpisahkan dari diri kita. Kalau ia kita hancurkan maka kitapun akan ikut hancur bersamanya, melalui rasa bersalah dan rasa benci kepada diri kita sendiri. Yang perlu kita lakukan adalah berupaya menyadarinya serta menjinakkannya agar ia tidak lagi menjadi “monyet yang liar”. Kita dapat mengubahnya menjadi monyet yang baik dan jinak, sekaligus menjadi sahabat baik kita. Kepada monyet sahabat baik ini, kita bisa melakukan dialog dengan teknik suspending assumption, yang artinya “pikiran monyet” kita pisahkan, biarkan ia tergantung bebas di hadapan kita, lalu periksa dan amati secara berulang-ulang, mengapa ia seperti itu? Mungkin kita sampai pada kesimpulan bahwa ego tersebut tidak pernah atau tidak cukup mendapat nutrisi.
Mungkin kita dibesarkan dalam suasana yang kering akan pengakuan, penerimaan atau pujian. Berbagai prestasi telah kita raih, berbagai potensi telah kita kembangkan namun semua kejadian itu seolah-olah menjadi sesuatu yang sudah seharusnya terjadi, tanpa pengakuan atau pengukuhan. Maka jadilah monyet-monyet kita sebagai mahluk yang selalu lapar dan haus karena sesungguhnya iapun berhak mendapat pengakuan dan pengukuhan terhadap apa yang sudah ia hasilkan.

Apakah kita akan menunggu orang-orang di sekeliling kita memberi nutrisi kepada monyet sahabat kita? Mengapa kita harus menunggu? Mengapa tidak bertindak secara pro-aktif bahwa kita sendirilah yang harus memberi nutrisi kepada mereka? Sekaranglah waktunya untuk bertindak, tanpa harus menunggu orang lain. Mari kita cari berbagai potensi yang kita miliki. Mari kita cari berbagai kelebihan yang kita miliki sebagai pribadi yang memang unik dan berbeda. Mari kita jinakkan monyet yang gelisah: “Sini nyet, duduk manislah di dekatku. Mari kita periksa, apa saja potensi yang kita miliki. Mari kita periksa berbagai prestasi yang telah kita raih. Ya ampun, alangkah banyaknya hal-hal yang harus kita syukuri. Iya nggak nyet? Nah mari kita bersulang untuk semua itu, untuk kesejahteraan batin kita!”
Kalau Tuhan saja telah menciptakan hal-hal yang berbeda sebagai polaritas yang selalu hadir dalam alam dan kehidupan seperti laki-laki dan perempuan, siang dan malam, gunung dan lembah, dan lain sebagainya, mengapa pula kita berpretensi untuk memaksa sesuatu agar semuanya seragam atau tidak berbeda? Termasuk memaksakan kehendak agar orang-orang di sekeling kita punya pola pikir yang sama dengan kita. Dapatkah kita berpikir bahwa sebuah orkestra hanya terdiri dari biola saja, tanpa alat instrumen yang lain? Bukankah keindahan sebuah simfoni orkestra disebabkan oleh keberagaman instrumen yang digunakan, dalam harmoni kapan jenis instrumen tertentu harus bertindak semetara yang lain diam menunggu? Sebagai mahluk sosial kita tidak mungkin hidup tanpa menjadi pemain salah satu instrumen dalam orkestra kehidupan, baik dalam kehidupan professional, kehidupan keluarga maupun kehidupan bermasyarakat. Pertanyaan kita sekarang adalah, simfoni macam mana yang ingin kita mainkan?

Membina hubungan untuk sukses karier

Written by Sachdar Gunawan | Wednesday, May 02, 2007 | | 0 Comment »

Anda mungkin sering dengar anjuran yang mengatakan, untuk sukses dalam hidup, kita harus menjalin hubungan baik. Hubungan baik juga diperlukan untuk sukses karier. Langkah pertama menggunakan kontak untuk maju dalam karier adalah, mengumpulkan nomor telepon atau informasi, berikut beberapa cara mengumpulkan informasi, dalam acara bisnis ataupun pertemuan ramah tamah biasa.

Jujur dan jangan memaksa
Orang-orang tidak senang jika merasa dirinya diperalat atau dimanfaatkan. Saat memperkenalkan diri kepada orang lain, jangan memaksa dan jangan sombong. Coba bersikap terus terang dan tulus.

Percaya diri
Orang-orang senang berhubungan dengan orang yang percaya diri, yang bisa berjalan dengan kepala tegak. Mereka tak mau membuang waktu untuk orang yang tak punya tulang belakang

Selalu punya pendapat
Agar orang-orang percaya kepada anda, mereka terlebih dahulu harus respek kepada anda. Karena itu selalu lengkapi diri dengan informasi dan selalu tahu apa yang mereka bicarakan ketimbang pura-pura tahu atau menunjukkan sikap seakan anda tahu. Pendapat atau pandangan anda mungkin tidak sama dengan yang lain, tapi mereka akan menghargai anda karena punya pendapat atau pemikiran sendiri

Jangan Mematikan Percakapan
Jangan bicara terlalu banyak, jika anda sudah bicara selama beberapa saat dan sepertinya tak banyak lagi yang bisa dikatakan, tarik diri secara halus dan pindah ketempat lain. Anda pasti tak ingin membisu sambil memandangi orang yang baru anda kenal

Tinggalkan kesan baik
Pastikan untuk mengakhiri percakapan dengan membuat catatan yang baik. Misalnya no telepon yang bisa dihubungi atau informasi penting yang terkait dengan karir anda

Berbaur dan menyesuaikan diri
Dalam pertemuan ramah tamah, belajar berbaur dengan orang-orang di sekeliling anda dan menyesuaikan diri dengan mereka. Belajar berhubungan dengan orang lain sambil mempertahankan kepribadian anda. Anda pasti tak ingin menjadi bunglon yang mengubah dirinya sampai tidak dikenali

Jangan minta tolong
Kesalahan umum yang dilakukan orang-orang adalah terlalu cepat minta tolong. Anda akan dianggap lemah dan orang-orang tak akan buang waktu untuk jiwa yang rapuh tak berdaya. Mereka lebih menghargai orang yang percaya diri, yang mengandalkan kemampuan sendiri dan hanya minta informasi dan panduan. Tanya atau minta informasi atai tip akan membuat anda mendapatkan sesuatu yang lebih berarti ketimbang minta orang meletakkan sesuatu di piring anda

Selalu telepon balik

Minta informasi dan membantu. Bekerja dengan dua cara. Orang-orang senang membantu orang lain, tapi juga senang jika orang membalas dengan memberikan bantuan. Jika anda tidak menelepon balik, jangan harap mereka akan angkat telepon kali berikit ketika anda menelepon mereka.


Perubahan Diri

Written by Sachdar Gunawan | Friday, April 27, 2007 | , | 0 Comment »

Seekor Ular Muda bertanya kepada ular tua,

Anda sudah menjalani hidup yang panjang.

Bisa ceritakan makna hidup itu apa?

Di masa kanak-kanak, jadilah gembira,

di masa muda, temukan apa yang ada di hati.

Selama usia setengah baya, berjuang mencapai tujuan.

Selama tahun-tahun terakhir hidup, jalani hidup yang damai dan nikmati hidup

Apakah itu berarti jalani hidup masa kanak-kanak dengan gaya kanak-kanak,

jalani hidup masa muda dengan gaya orang muda.

Dan jalani hidup di usia lanjut dengan gaya usia lanjut.

Benar ….

Akan sangat menyedihkan jika seumur hidup seseorang terus terikat pada sosok yang sama.

Ular yang tak mau melungsung kulit tuanya akan mati.

Hidup terus berubah.

Tak ada perubahan berarti mati.

Seseorang harus berkembang dengan proses pertumbuhan.

Kalbu bisa terlahir kembali sebagai kupu-kupu baru.

Orang Suci

Written by Sachdar Gunawan | Wednesday, April 25, 2007 | | 0 Comment »

Suatu kali di suatu masa, di seluruh negeri tersebar berita tentang seorang suci yang tinggal di sebuah rumah kecil di puncak bukit. Suatu hari, seorang pemuda dari desa memutuskan menempuh perjalanan sulit dan jauh untuk bertemu dengan orang suci itu.

Ketika sampai di depan rumah kecil itu, seorang pelayan tua keluar dari rumah dan menyapanya di depan pintu.

”Saya ingin bertemu orang suci,” kata pemuda itu.

Pelayan tua tersenyum dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. Sambil berjalan, si pemuda melihat ke sekeliling rumah dengan penuh rasa ingin tahu. Tanpa disadarinya, mereka sudah sampai di pintu belakang rumah dan berjalan ke luar.

Pemuda itu berhenti dan berkata mengingatkan pelayan tua itu.

”Saya ingin bertemu dengan orang suci.”

”Anda sudah bertemu dengannya,” kata pelayan tua itu.

”Semua orang yang kita temui dalam hidup ini, kendati pun tampak sederhana dan tidak berarti, pandang mereka sebagai orang suci yang bijaksana. Jika kita berbuat seperti itu, maka apa pun masalah yang anda bawa kesini hari ini, akan bisa diselesaikan,” tambahnya.

MORAL CERITA

Kisah ini mengandung banyak makna. Antara lain:

· Jangan menilai orang dari luarnya.

· Setiap langkah yang kita ambil dalam hidup ini bermakna. Tak ada perjuangan yang sia-sia. Dalam setiap peristiwa atau kejadian, selalu terkandung pelajaran hidup di dalamnya.

· Setiap orang yang kita temui dalam hidup ini tahu sesuatu tentang hidup yang tidak kita ketahui.

· Kita akan menerima kedamaian batin jika kita respek dan berbelas kasih kepada semua orang yang kita temui



Menebar Kebahagiaan

Written by Sachdar Gunawan | Monday, April 23, 2007 | | 0 Comment »

Kebahagiaan berasal dari kekayaan spiritual,

bukan dari kekayaan materi.

Kebahagiaan berasal dari memberi,

bukan mendapatkan.

Jika kita berusaha mendatangkan kebahagiaan bagi orang lain,

kebahagiaan juga akan mendatangi kita dan tak ada yang bisa mengentikannya.

Untuk mendapatkan kebahagiaan, kita harus memberikannya

Untuk mempertahankan kebahagiaan, kita harus menebarkannya

Stagnasi

Written by Sachdar Gunawan | Friday, April 20, 2007 | , | 0 Comment »

A. Pendahuluan
Dunia adalah tempat kita terlahir, tempat kita belajar hidup, tempat kita meningkatkan potensi diri, dan tempat kita menguji kemampuan. Prosesnya tidak semudah menumpahkan air dari gelas kecil atau tidak seringan menjatuhkan kapas putih, tapi butuh perjuangan keras, butuh pengorbanan, butuh cinta, butuh ketulusan, butuh luapan air mata dan butuh keyakinan. Perjalanan hidup tidak seperti jalan lurus dan rata tanpa rintangan, tidak seperti alur sungai tanpa bebatuan besar dan air terjun, terkadang kita terjatuh dalam lubang yang sangat dalam, terkadang kita harus naik ke gunung penghidupan, tapi terkadang juga karena suatu hal kita terhenti di pertengahan. Keadaan ketika kita terhenti itu dinamakan stagnasi

B. Pengertian Stagnasi
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, stagnasi diartikan sebagai keadaan mandek, berhenti, tidak bergerak, atau diam. Kondisi ini seperti halnya kereta yang terhenti di pertengahan, sehingga tidak dapat melanjutkan lagi perjalanan atau lebih ekstrimnya lagi seperti payung parasit yang tidak berkembang saat di udara, sehingga bisa membahayakan si penerjun. Kereta itu seharusnya berjalan terus sampai tujuan, seperti diri kita yang harus terus berusaha untuk mencapai tujuan kita. Parasit itu seharusnya mengembang, sama halnya dengan diri kita yang harus selalu berkembang. Untuk bertahan hidup kita tidak boleh menjadi manusia yang statis, tapi dinamis.

Pada dasarnya stagnasi adalah kemacetan jiwa, saat-saat seperti ini jiwa kita menjadi rentan, ibarat pohon yang akarnya rapuh, ia mudah sekali terombang-ambing badai kehidupan, dan tidak akan tahan menghadapi derasnya hujan serta teriknya panas matahari. Pada kondisi ini juga kita seperti pohon mandul yang tidak berbuah, pohon gundul yang tidak berdaun dan tidak memberikan manfaat untuk sekitar, tapi justru akan banyak tanaman parasit yang menumpangi, merusak, dan menghancurkan kita dari dalam.

Ada manusia yang mengalami kondisi ini hanya sesaat, tapi ada juga yang berlarut-larut, rawannya ialah saat kita mengira bahwa keadaan itu hanya sementara, dan menganggap bahwa nantinya akan ada perubahan dengan sendirinya. Tapi mereka tidak mengira bahwasanya diam itu tidak akan menyelesaikan masalah. diam berarti tidak bergerak, bila tidak bergerak tidak ada yang akan dihasilkan. Ketika kita memutuskan untuk hidup, kita harus menjadi hidup, dan untuk bertahan hidup kita harus bergerak, pilihannya hanya dua, bergerak ke depan atau ke belakang, dengan bergerak kita membuktikan bahwa kita masih hidup, tidak seperti orang yang terlihat mati karena hanya berdiam diri

Dalam konteks ini saya mengartikan stagnasi sebagai tindakan yang bergerak tetapi diam, maksudnya seperti ini, mungkin kita bergerak dan melakukan sesuatu, tapi tidak ada nilainya, apa yang kita jalani seperti hampa, sehingga tidak berarti apa-apa. Dari sisi lain saya juga mengartikan stagnasi sebagai kemunduran, apa yang kita lakukan hanya membawa kita kepada keterbelakangan yang cenderung menjatuhkan kita. Jadi stagnasi adalah kondisi dimana kita tidak mengalami kemajuan.

C. Dampak Stagnasi
Dampak buruk akan terjadi jika kita membiarkan kondisi tersebut. Tubuh dewasa namun jiwa masih kanak-kanak, menjadi pecundang seumur hidup, kebodohan, apatis dan individualis. Bahkan pada tahap yang ekstrim, kita bisa menjadi sociopath atau kriminal. Sama sekali tidak peduli dengan hak dan kepentingan orang lain.

Kita harus bangkit, dan melakukan perubahan dari keadaan itu, kita harus menjadi agent of change, agen perubahan terhadap diri kita sendiri sehingga berimbas kepada sekitar kita. Kita harus melewati pergumulan wisata jiwa ini, kita harus sadar bahwa statis sama seperti mundur ke belakang, sehingga hanya satu jalan untuk keluar dari kondisi ini yaitu ”bergerak maju ke depan” dan melakukan perubahan menuju kehidupan yang lebih baik.

Hidup untuk Hidup

Written by Sachdar Gunawan | Wednesday, April 18, 2007 | | 0 Comment »

Di zaman yang penuh dengan krisis multidimensional ini, ada virus terbaru yang sedang mewabah. AIDS, flu burung bisa jadi kalah mematikan dengan virus ini. Virus tersebut adalah virus ”PASRAHISME” , pasrah dengan kehidupan yang keras ini, yang penting kita bisa hidup, yang penting kita harus menerima. Tidak memberi kesempatan kepada diri untuk protes, menerima segala sesuatu apa adanya.

Pasrah berbeda dengan tawakal, tawakal mengandung unsur doa, usaha, baru tawakal, tapi pasrah langsung menuju tawakal. Bagaimana kita bisa tau kemampuan kita yang sebenarnya jika kita tidak meniatkan diri kita dengan berdo’a kepada Tuhan, lalu berusaha dengan keras mewujudkan apa yang ingin kita capai. Jika kita terkena wabah ini, diri kita bisa menjadi diam, tak melakukan tindakan untuk melakukan perubahan. Bisa kita bayangkan dalam satu negara yang bernama Indonesia ini, sebagian penduduknya terinfeksi wabah ini, Indonesia menjadi negara yang tertinggal, karena tidak ada keinginan untuk melakukan perubahan.

Informasi yang saya dapatkan bahwa saat ini, Indonesia yang berpenduduk sekitar 200-an juta jiwa, telah menjadi negara berpenduduk terbanyak ke 3setelah China dan Amerika, no 3 terbesar negara terkorup di dunia. Dan info terakhir Indonesia menjadi negara terbesar ke 2 setelah Thailand yang menjalankan bisnis perdagangan wanita di bawah umur. Itulah rekor negara kita, rekor terbesar yang bisa dicapai saat ini, tapi apakah itu akan terus berkembang, akankah rekor itu bisa menjadi lebih buruk lagi. Hanya satu solusinya, kita harus melakukan perubahan, tentunya perubahan kepada keadaan yang lebih baik.

Mengutip perkataan seorang bijak, jika ingin berubah harus mulai saat ini, dari yang terkecil dan lakukan terus. Jika saja tiap manusia Indonesia melakukan ini, kita bisa merasakan kemajuan yang pesat dalam kurun waktu yang tidak akan lama, kita akan bisa mengejar ketertinggalan kita dalam segala bidang kehidupan, kita bisa menjadi negara berpengaruh di Asia bahkan Dunia.

Andai saja kita mau memaknai hidup lebih dalam lagi, dalam kamus besar Bahasa Indonesia, hidup berarti masih terus ada, bergerak sebagaimana mestinya, saya memaknainya bergerak kepada ke arah yang lebih baik. Jika kita diam atau bergerak kepada keterpurukan, sama saja tidak seperti orang yang hidup, kita hidup tapi seperti orang mati.

Sudah sepantasnya kita hidup untuk membuat diri kita lebih hidup, menjadi lebih baik, karena pada hakikatnya hidup adalah seperti perjalanan, hidup bukanlah tujuan akhir, hidup adalah proses yang harus kita jalani, dan nilai dari cara kita menjalani hidup menjadi hal terpenting dalam menikmatinya. Bisa jadi kita hidup sukses dengan menjadi pengusaha terkenal, tapi jika semua itu kita hasilkan dengan mengorbankan banyak kebahagian orang, mengambil hak orang, apa gunanya. Hidup akan terasa lebih hidup, jika hidup kita berkualitas, dalam arti kita benar-benar menikmati hidup dengan segala kepositifan yang kita miliki.

Kita Akan Menang Jika Bersedia Melakukan Perjalanan

Written by Sachdar Gunawan | Monday, April 16, 2007 | | 0 Comment »

Ketabahan adalah sifat cemerlang dari kesabaran yang berani, ketahanan dan kekuatan moral dalam menghadapi kemalangan dan kesusahan. Ketabahan adalah sikap mental yang tak pernah berkata menyerah. Menurut para ahli, perempuan lebih tabah dalam menghadapi kemalangan. Petaka yang menghancurkan semangat pria, yang membuat mereka menjadi tak berdaya, justru membangkitkan energi pada kaum yang dianggap lemah itu. Meningkatkan keberanian dan meninggikan karakter sampai saatnya mencapai keagungan.

Ketabahan, kesabaran, keuletan, kegigihan, kebulatan tekad adalah sifat-sifat yang membedakan seorang pria dewasa dengan bocah kecil, pemenang dengan orang yang berhenti berusaha, orang yang sukses dengan orang yang gagal. Kekuatan untuk bertahan, untuk terus berusaha di saat yang lain mulai berhenti, untuk terus bergantung di saat orang lain jatuh, untuk maju terus di sekitar atau melewati hambatan, tidak selalu ditentukan oleh otak. Kemenangan adalah tujuan. Untuk mencapainya, kita harus melakukan/menempuh perjalanan.

Jangan menunggu ada orang yang akan mengantar kita ke tempat tujuan kita, kita akan menemui banyak pelajaran di saat kita bersedia melakukan perjalanan, orang-orang yang kalah adalah orang-orang yang tidak mau melakukan perjalanan, orang-orang yang tidak mau susah, orang-orang yang tidak mau berkorban. Ketika kita melakukan perjalanan, kita telah berusaha untuk meraih kemenangan dengan cara yang sesungguhnya, bukan jalan pintas seperti yang dilakukan para pecundang.

PROSES PENGEMBANGAN DIRI V

Written by Sachdar Gunawan | Friday, April 13, 2007 | | 2 Comment »

V. TREATMEN PENGEMBANGAN DIRI

Treatmen dilaksanakan dengan bersandar pada prinsip-prinsip pengembangan diri pada bab sebelumnya. Treatment lebih merupkan sebuah siklus (berkesinambungan) yang tidak berhenti. Siklus tersebut adalah :

1. Perenungan
Perenungan merupakan sebuah tahap untuk melihat diri pribadi kita dalam kesadaran yang hakiki, kesadaran spiritual, kesadaran emosional, kesadaran intelektual dan kesadaran fisik

2. Insight
Hasil Perenungan dengan kesadaran hakiki itulah yang akan menimbulkan sebuah pemahaman baru ( Insight ) yang lebih positif dan lebih baik arahnya

3. Motivasi
Dengan pemahaman baru, maka akan muncul sebuah nuansa motivasi untuk berubah dan berbuat

4. Latihan dan Tindakan
Motivasi merupakan sebuah kecenderungan tindakan yang nantinya akan menjadi sebuah tindakan yang nyata, tindakan-tindakan tersebut harus dilatih sehingga menjadi sebuah kebiasaan dan menjadi karakter

5. Insight dan Evaluasi
Latihan-latihan serta tindakan yang dilakukan akan kembali menimbulkan pemahaman baru dan segera dievaluasi untuk kita teruskan menjadi kebiasaan dan karakter kita

Penutup
Aktivitas Pengembangan Diri merupakan sebuah kerja ibadah, ketika ia diniatkan untuk mencari ridho Allah dan tidak melanggar aturan-Nya sehingga proses pengembangan diri kita adalah sebuah upaya untuk menuju menjadi manusia yang sempurna ( Insan Kamil ) yang diridhoi Allah SWT.

Wallahu ‘alam


Referensi
1. 60 cara pengembangan diri, Martha Mary McGaw, CSJ
2. Aku Mengembangkan Diriku, Robert E. Vailet
3. Model-model Kepribadian Sehat, Duane Schlutz
4. Madzhab Ketiga, Frangk. G Goble
5. Perbaharui Hidupmu, Muhammad Al Ghazali
6. Kita Mengembangkan Diri, Mike Pedler dkk.
7. Al Qur’an

PROSES PENGEMBANGAN DIRI IV

Written by Sachdar Gunawan | Thursday, April 12, 2007 | | 2 Comment »

IV.PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN DIRI

1. Prinsip Keterarahan
Setiap aktifitas pengembangan diri, harus memiliki arah yang jelas yang teridentifikasikan dengan tujuan akhir dari pengembangan diri tersebut. Parameter hasil yang konkrit. Karena sebuah usaha pengembangan diri, tetapi tanpa target, atau tujuan yang jelas maka usaha pengembangan diri tidaklah efektif dan maksimal

2. Prinsip Perencanaan
Aktivitas pengembangan diri merupakan suatu ektivitas yang terencana, bukan sambilan atau incidental. Ia merupakan bagian dari agenda kehidupan kita. Perencanaan pengembangan diri meliputi, taget-target waktu, jadwal aktivitas dan evaluasi

3. Prinsip Kesinambungan
Aktivitas pengembangan diri merupakan aktivitas yang terus-menerus dan tidak berhenti sampai akhir kehidupan kita. Aktivitas pengembangan diri seseungguhnya kehidupan itu sendiri, “ Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, Hari esok harus lebih baik dari hari ini”

4. Prinsip Keteraturan
Aktivitas pengembangan diri harus teratur, punya alur yang jelas aspek mana yang akan dikembangkan lebih dahulu kemudian aspek lainnya menyusul, atau bisa juga secara simultan namun tetap harus merujuk pada prinsip keteraturan. Hal ini untuk mencegah terjadinya aktivitas yang berlebihan

5. Prinsip Kebertahapan
Aktivitas pengembangan diri merupakan sebuah aktivitas yang bertahap dan berproses sesuai dengan karakter fitrah manusia itu sendiri yang berproses baik secara fisik ataupun psikologis. Terdapat hubungan keterkaitan antara satu tahap dengan tahap yang lainnya

6. Prinsip Latihan dan Tindakan
Aktivitas pengembangan diri merupakan aktivitas “Learning By Doing” atau “Experience Learning”. Artinya tujuan dari pengembangan diri tidak akan tercapai apabila kita tidak melakukan latihan-latihan dan tindakan-tindakan yang dibutuhkan dalam proses pengembangan diri.

7. Prinsip Optimisme Religius
Aktivitas pengembangan diri merupakan aktivitas ikhtiar manusia untuk berubah menjadi lebih baik ( Al Qur’an 13:11 ) sedangkan keberhasilan ikhtiar manusia bukan hanya ditentukan oleh ikhtiar itu sendiri, tetapi factor “Kehendak Ilhiyah” ( Kehendak Allah SWT ) memegang peranan penting dalam keberhasilan tujuan pengembangan diri. Oleh sebab itu factor Do’a ( Pengharapan kepada Allah SWT ) merupakan prinsip yang sangat penting namun sering dilupakan orang.

‘Faidza ‘azzamta fatawaqqallah” (Bertekadlah Engkau kemudian Bertawakal).

PROSES PENGEMBANGAN DIRI III

Written by Sachdar Gunawan | Tuesday, April 10, 2007 | | 0 Comment »

III. SASARAN PENGEMBANGAN DIRI

Proses pengembangan diri adalah sebuah proses yang terus-menerus dan integral, untuh serta bertahap. Proses pengembangan diri meliputi empat unsur dalam aspek kepribadian manusia; Aspek Spiritual, Moral ( Truee ) , Aspek Emosional ( Responsible ), Aspek Intelektual ( Unique ) dan Aspek Fisik ( Sacriface )

1. Aspek Spiritual
Meliputi Iman, Taqwa, Ibadah, Niat, Sopan, Ramah, Siap, Berkurban, Totalitas, Tepat Waktu, Menghormat/menghargai orang lain, bersih dan berwibawa, kejujuran, Tegas, Keaslian, Kesetiaan, Ketaatan, Kebenaran, dll

2. Aspek Emosional
Meliputi: Tanggung Jawab, Membantu orang lain, Ingin maju, Rasa ikut memiliki, Mawas diri, Proaktif, Mandiri, Berpikir Positif, Inisiatif, Sumbangan kepada semangat kelompok, Hubungan Masyarakat, Kepercayaan pada diri sendiri, Kerjasama, Fleksibilitas, Pengambilan Resiko, Kemampuan Memotivasi bawahan, Keuletan, Kerja Keras, Integritas, Empati, Ketegasan, Perhatian terhadap orang lain, dll

3. Aspek Intelektual
Meliputi : Terampil, Trengginas, Merencanakan, Mengorganisasi, Mengkoordinasi, Mensupervisi, Kepemimpinan, Dinamika, Kepandaian mencari akal, Kreatifitas dan Daya Akal, Pengembangan para bawahan, Kemampuan Analitis ( nalar, logika ), Pendelegasian, Pengambilan Keputusan, menyelesaikan masalah, Manajemen Konflik, Kemampuan Komunikasi ( Lisan, Tulisan ), Pengaturan data, Dapat belajar dengan cepat, Dapat mengakses informasi dengan cepat, Mudah mempelajari Ilmu Baru, dll

4. Aspek Fisik
Meliputi : Dapat melakukan Hajat hidup dengan fisik, sehat, tidak cacat karena kecelakaan, tidak sakit akut atau kronis, olah raga, pola makan yang baik, tinggi badan dan berat badan yang seimbang, memiliki tenaga yang kuat, tidak melakukan kebiasaan merusak fisik, merasakan nafas lega, dll

PROSES PENGEMBANGAN DIRI II

Written by Sachdar Gunawan | Thursday, April 05, 2007 | | 0 Comment »

II. DARIMANA HARUS MEMULAI ?

Kita harus memulainya dengan terlebih dahulu mengindentifikasi siapa kita pada saat ini? Sebenarnya kehidupan kita pada saat ini dipengaruhi oleh tiga hal : kehidupan masa lalu kita, kita apa adanya sekarang, dan mimpi/imajinasi kita tentang kita di masa depan ( sampai akhirat )

1. Masa Lalu Kita
Kita pada hari ini tideak lepas dari proses pembelajaran kita dimasa lalu. Bimbingan orangtua, proses pembelajaran kita dalam hidup, pengalaman kehidupan yang sudah lalu, semua itulah yang menjadikan kita hari ini, Baik-buruk, suka-duka, senang-susah, sedih-gembira dimasa lalu kita ( bahkan sejak masa kanak-kanak ) memberikan sumbangan kita sampai hari ini. Mungkin kita dapar sedikit memetik hikmah dari untaian kata-kata dari Dorothy Law Nolte :

Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan hinaan, ia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan
Jika anak deibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi dirinya
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan arti hidup dalam kehidupan

Dengan cara manakah kita dibesarkan dan hidup?
Tapi apakah akhirnya kehidupan kita saat ini dibentuk oleh kehidupan masa lalu kita ?
Jawabannya adalah TIDAK

Kita tidak dapat tergantung/dibentuk oleh masa lalu kita. Kita haus mempersepsikan masa lalu kita secara positif dan proporsional. Interopeksi ( Muhasabah ), perenungan positif adalah sebuah metode bagi kita untuk merubah pengalaman masa lalu kita menjadi energi positif. Umar Bin Khatab memiliki masa lalu yang sangat suram, tetapi ia dapat menjadikan masa lalunya sebagai unsur perubah, sehingga ia menjadi energi positif untuk mencapai mardhotillah. Begitu jua dengan Khalid Bin Walid serta Bilal bin Rabah. Bagaimana dengan kita ?

Meskipun kita dapat dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman kanak-kanak yang malang, namun kita bukanlah korban-korban tetap dari pengalaman-pengalaman ini, kita dapat berubah, bertumbuh dan mencapai tingkat-tingkat kesehatan psikologis yang tinggi ( Abraham Maslow )

2. Masa Kini

Masa kini, kondisi kita saat ini, kita hari ini apa adanya adalah merupakan akumulasi pencapaian aktualisasi diri dari potensi-potensi kita, tapi in fact kebanyakan orang hanya menggunakan sebagian kecil dari kemampuannya ( William James, Filsuf dan Psikolog asal USA ), artinya kita saat ini hanyalah baru sebagian kecil dari seharusnya kita menjadi. Masih banyak potensi-potensi dalam diri kita yang belum terbina, terbangun dan teraktualisasi dan yang belum, baik dari segi fisik, emosi, sikap, intelektual dan lainnya lagi. Inventarisasi semua hal itu dengan metode perenungan, instropeksi individual, kemudian mintalah pendapat orang lain, sahabat, orang tua, teman kerja atau lainnya untuk membantu kita dalam mengenali potensi apa saja yang sudah dan belum teraktualisasi

Identifikasi dan inventarisasi itu merupakan database kita untuk mulai merencanakan pengembangan diri. Database tersebut dapat memberikan informasi kepada kita potensi-potensi apa yang harus kita rencanakan untuk mengaktualisasikannya, dan juga bagaimana potensi-potensi yang sudah teraktualisasi dapat dipertahankan dan ditingkatkan kualitasnya

3. Masa Depan

Masa depan adalah sebauh mimpi/imajinasi kita untuk menjadi apa. Apa yang ada dalam benak dan fikiran kita tentang masa depan kita? Menjadi orang sukseskah? Menjadi orang bahagiakah? Prinsip dan imajinasi anda yang menentukan! Kehidupan kita ditentukan oleh pikiran kita ( Muhammad Al Ghazali ). Namun dalam imajinasi kita tentang masa depan kita ada perbedaan orang yang religius dan yang tidak. Orang yang religius memandang bahwa masa depannya bukan hanya pada tahap hidup di dunia, tetapi ada hal yang lebih penting lagi adalah masa depan akhirat. Sehingga cobalah latih imajinasi kita untuk memikirkan bagaimanakah keadaan akhir kita kelak di akhirat bahagiakah atau tersiksa?

Bingkai dengan Emosi Positif

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi ( pula ) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui” ( Al Qur’an ).

Apa yang kita rasakan ketika membaca ayat ini? Mungkin kita akan merasakan nuansa optimisme dalam diri kita, karena ayat ini mengajarkan kita untuk selalu mengembangkan emosi positif kita tentang segala hal yang terjadi dalam kehidupan kita.

Bingkailah kehidupan masa lalu, mas kini, dan masa depan kita dengan emosi positif. Pandanglah setiap kejadian-kejadian masa lalu sebagai hal terbaik untuk meraih hal yang lebih baik. Jadikanlah kondisi kehidupan kita saat ini menurut kita atau menurut orang lain sebagai sebuah cermin bagi kita untuk melangkah menjadi lebih baik. Dan raihlah masa depan kita yang telah kita cita-citakan dalam imajinasi kita


Bingkai dengan Nilai

Setelah kita tahu tentang siapa kita? Apakah itu sudah cukup? Belum! Karena persepsi kita tentang kita ditentukan oleh kita sendiri dan oleh teman-teman kita sesama manusia. Kita tidak obyektif, karena manusia tidak ada yang obyektif, hanya Allah SWT yang obyektif. Karena kita adalah makhluk yang diciptakan Allah SWT, maka kita sebaiknya menanyakan pada sang pencipta gambaranNya tentang kita. Sebab ia menciptkan kita masing-masing secara unik, artinya dengan bakat, kemampuan, tenaga dan ideal-ideal tersendiri. Dengan menemukan gambaran Allah tentang kita. Kita temukan ideal kita, makna hidup kita, tujuan seluruh keberadaan kita didunia ini. Kita akan terarah, inilah nilai yang dapat dengan jernih mempersepsikan secara positif. Kehidupan masa lalu, masa kini dan masa depan kita. Nilai inilah yang menentukan akan menjadi apa kita kelak dan bagaimana akhirnya.

PROSES PENGEMBANGAN DIRI I

Written by Sachdar Gunawan | Wednesday, April 04, 2007 | | 0 Comment »

I. PENDAHULUAN

Tentunya kita semua ingin menjadi diri yang khas. Setiap orang mendambakannya. Itu biasa dan sangat normal. Tetapi ternyata kita telah menjadi khas, atau khusus! kita adalah manusia yang unik . dari sekian banyak manusia, kita adalah istimewa. Tak seorangpun di dunia akan persis dan sama seperti kita. Kita tidak ada duanya

Tetapi kita belum sempurna. Kita sedang dan masih harus berkembang. Kita masih berada di dalam proses menjadi semakin khas, khusus, dan istimewa. Setiap kita memiliki potensi yang luar biasa, tetapi jarang diantara kita yang dapat mengembangkan dan sampai mengaktualisasikan dalam kehidupan.

”Kebanyakan orang hanya menggunakan sebagian kecil dari kemampuannya”

begitulah kesimpulan William James melalui penelitian-penelitiannya. Padahal Allah SWT telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sangat sempurna ( AL Qur’an ) kita akan semakin menjadi diri kita, orang yang khas itu, kalau kita mengembangkan dan membina segala yang baik yang ada pada kita dan mengalahkan yang kurang/tidak baik. Ini berlaku untuk kemampuan jasmani, intelektual, keterampilan dan spiritual Modal ( Potensi ) yang terpendam dalam diri kita ini, perlu kita sadari dan aktifkan. Inilah suatu proses yang tak pernah akan selesai. Sampai hari kita meninggalkan dunia ini, kita masih dapat berkembang menjadi lebih sesuai dengan ideal kita.

Sebagai anak, kita mulai mengaktualisasikan potensi-potensi kita dibawah bimbingan orang dewasa. Kita belajar banyak hal, melangkah , berbicara, menghitung, berdoa…semakin dewasa, semakin banyak segi kepribadian kita yang temukan. Kita mencari, memperoleh, berlatih dan belajar. Kita berubah terus menjadi lebih sempurna atau lebih buruk. Berhenti, tidak mungkin kalau tindakan-tindakan kita mengarahkan kita kepada yang baik ( kejujuran, tanggungjawab, kasih saying, dll ) kita berkembang maju sebagai manusia. Hidup kita lebih berarti, lebih memuaskan, lebih tenang karena mendapat pegangan.

Sebenarnya, kita berdaya untuk meningkatkan taraf perkembangan kepribadian kita masing-masing. Hal-hal yang membantu pengembangan itu ada disekitar kita dan ada pada diri kita sendiri. Manfaatkanlah! Kita dapat menjadikan diri kita manusia yang paling baik dan yang unik. Kita bukan orang lain. Kita bukan tiruan manusia lain, tetapi kita adalah kita.

Oleh karena itu biarkanlah kita berkembang sekarang ini juga. Sebab, waktu kini adalah kesempatan yang tak akan terulang kembali, kita hanya memiliki satu kehidupan. Waktunya terlalu pendek. Hari kemarin sudah berlalu. Hidup adalah hari ini, dan mengarah ke hari esok.

Jadilah diri yang khusus dengan membiarkan diri kita berkembang
Mulailah sekarang ini juga

Kado Terakhir untuk Dinda

Written by Sachdar Gunawan | Tuesday, April 03, 2007 | | 0 Comment »

Sore itu, langit mulai menampakkan gradasinya, terlihat beberapa goresan awan putih, bercampur dengan warna kuning yang kemerah-merahan, mungkin itu pantulan dari matahari senja dan kedatangan bulan. Sungguh indah pemandangan itu, seperti halnya lukisan abstrak yang tergores di kanvas yang mengangkasa.

Tampak beberapa burung gereja menghinggapi celah-celah dinding rumah sakit. Sepertinya di situ ada kehidupan, karena beberapa sarang yang tersusun dari anyaman ranting pohon ada di sana. Di dalam rumah sakit itu, terdapat kehidupan juga, hanya saja kehidupan yang kurang sempurna. Tempat itu, dipenuhi dengan banyak harapan, dan keputusasaan. Bahkan ada sebagian manusia yang hanya tinggal menunggu detik-detik terakhir kehidupannya di dunia. Aroma kimia, sangat mendominasi sirkulasi udara di tempat itu, dan bisa membuat muntah bagi mereka yang alergi terhadap obat.

Di suatu kamar, aku dan putriku, sedang asyik bercengkerama. Tangan kiriku memegang mangkok kecil nasi dengan beberapa lauk, dan tangan yang lain memegang sendok yang siap menyiduk isi dari mangkok itu. Hembusan angin dari kipas yang terpasang di atap kamar itu, menambah kesejukan suasana sore. Sesekali terdengar rintihan pilu dari ruang sebelah, yang membuat miris, hati para penghuni rumah sakit itu.

“yah… yah….. belikan ade boneka ya! Kan minggu depan ade ulang tahun.” Ucap putriku pelan. Saat itu dinda sedang terbaring di rumah sakit karena terkena Demam Berdarah.
”boneka apa de?,” tanyaku.
”boneka itu loo.... pooh,” ucapnya, sambil menahan sakit dikepalanya.
”insya allah, minggu depan ayah belikan.... tapi ade harus janji dulu sama ayah. Ade harus janji, kalau ade harus sembuh!... gimana?”
”hmm.... iya, ade janji deh...”
”nah gitu dunk! Itu baru namanya putri ayah,... kalau mau cepat sembuh ade harus makan, trus minum obat,”ucapku.
”oh gitu ya, yah!”
”iyaa, makanya, sekarang ade makan ya! ayoo....” bujukku, sambil menyuapkan sesendok nasi ke mulutnya.

Akhirnya dinda membuka mulutnya dan mengunyah nasi yang baru saja aku suapkan. ”siip...... putri ayah memang pintar,.....”

Aku senang sekali melihat putriku mau makan, karena sejak lima hari dirawat di rumah sakit, ia sulit sekali untuk makan.

Saat itu aku memang tersenyum, tapi hatiku menangis. Aku kasihan sekali dengan dinda, setelah tiga bulan yang lalu divonis types oleh dokter, sekarang ia harus dirawat kembali karena Demam Berdarah.

Memang, sejak istriku meninggal, ia hanya mendapatkan kasih sayang dan perhatian dariku. Sedangkan waktuku untuk dinda sangat sedikit, aku terlalu disibukkan dengan pekerjaanku.

Aku meminta adik perempuanku yang masih kuliah, untuk tinggal bersamaku, sehingga ada yang menemani dinda ketika aku di kantor.

Ketika peluh menghampiriku, aku rebahkan tubuhku di sofa rumah. Pikiranku mengembara ke setiap sisi kehidupanku. Terbayang wajah istriku yang sudah meninggalkanku setahun lalu, aku rindu sekali dengannya. Ia adalah sosok seorang istri yang baik, figur ibu yang bijaksana, sekaligus sahabat terbaikku.

Dalam pengembaraan itu, terlintas wajah dinda yang sedih. Andai sakit yang dideritanya bisa dipindahkan kediriku, aku akan ikhlas menggantikannya. ”kasihan sekali kamu, nak,” batinku. Tidak terasa aku meneteskan air mata.

Tiba-tiba, ponselku berdering.

”gung, sebelumnya saya minta maaf nih. Terpaksa, besok saya harus menugaskan kamu ke Kalimantan untuk melakukan Site Acceptance Test, proyeknya Indosat,”
”hmm, memang tidak ada yang lain pak? Terus terang saya agak keberatan, bapak tau sendiri, anak saya masih di rumah sakit,” sambil mengusap air mata, aku menolak permintaan atasanku.
”tidak ada orang lain lagi yang bisa, hanya kamu orang terbaik di perusahaan yang bisa melakukan pekerjaan ini. Ayolah, kali ini saya memohon kekamu, hanya empat hari aja kok!”

Aku terdiam sejenak, untuk memikirkan keputusan apa yang harus kuambil. Akhirnya dengan terpaksa aku menerima permintaan atasanku.

”baiklah, pak! Saya akan ambil resiko ini.”
”bagus, tk’s ya! Saya sudah menyiapkan tiket dan dokumen yang diperlukan, nanti saya akan suruh orang untuk mengirimnya ke rumahmu.”
”ok pak! Tk’s juga ya.... ”ucapku, sambil mengakhiri pembicaraan.

Malam itu juga aku menuju rumah sakit untuk menemui putriku.

”de, kamu udah lebih sehat kah?,” tanyaku kepada dinda
”masih agak pusing, yah!.” aku coba pegang dahinya dengan punggung tanganku, suhu badannya belum. Sepertinya, demamnya masih tinggi.
”de, ayah belum sempat belikan kamu boneka! Nanti aja ya, empat hari lagi...”
”gpp yah, tapi kenapa harus empat hari lagi, yah?.”
”anu...hhh.... ayah ada pekerjaan di luar kantor, tapi kamu jangan khawatir, cuma empat hari aja kok! Ayah janji, pulangnya pasti akan belikan kamu boneka.”

Terus terang aku agak berat untuk berpamitan dengannya, tapi aku tidak punya pilihan lain. Aku tau, dinda sangat sedih mendengarnya, terlihat dari raut wajahnya yang masih lugu itu.

Tapi aku juga tidak boleh terlihat sedih di depannya, saat aku tidak bisa membendung perasaanku, aku keluar dari kamar dinda dirawat. Sambil meneteskan air mata, aku membatin, ”kenapa aku harus mengambil keputusan sulit ini, berat sekali aku meninggalkan putriku.”

Tetapi aku tidak boleh terlarut dengan kesedihan, mungkin ini adalah jalan terbaik yang harus aku tempuh. Aku menyeka air mataku, kemudian kembali menemui dinda, mengecup dahinya, dan meninggalkan dirinya yang masih terbaring lemas di ruangan itu.

Ketika aku di luar kota, hampir setiap 6 jam sekali aku menghubungi adik perempuanku, dengan maksud untuk mengetahui kondisi dinda, putriku.

Saat hari terakhir bertugas, aku sempatkan diriku untuk membeli oleh-oleh untuk adik dan putriku. Tidak lupa boneka pooh, sepesial untuk kado ulang tahun dinda.

Sore itu juga, dengan pesawat aku meninggalkan Kalimantan menuju Jakarta.

Sekitar pukul 6 sore aku tiba di Jakarta.

Tapi saat ingin turun dari pesawat, aku terjatuh. Untungnya, saat itu hanya tinggal beberapa anak tangga lagi, sehingga jatuhku tidak terlalu sakit. Entah kenapa, saat itu aku ceroboh sekali. Padahal aku sudah berusaha untuk hati-hati.

Dari Bandara aku melanjutkan perjalananku menuju rumah dengan taxi, rencananya setelah menaruh perlengkapan, aku akan ke rumah sakit, untuk menemui dinda.

Empat hari tidak bertemu putriku, rasanya rindu sekali. Setelah tugas ini, aku akan mengambil cuti panjang, sehingga bisa menemani dinda di rumah sakit.

Sekitar pukul tujuh malam, aku tiba di depan komplek perumahan rumahku. Tapi taxi yang aku tumpangi tidak bisa masuk ke perumahan, karena portal depannya ditutup.

”Ada apa ya, tumben-tumbenan portalnya di tutup,” pikirku.

Kemudian aku turun di depan perumahan, dan melanjutkan dengan berjalan kaki. Beberapa meter dari rumahku, aku melihat banyak orang berkerumun di depan rumahku. Hal itu membuat hatiku gelisah. Kupercepat langkahku untuk cepat sampai di rumah.

Sesampainya di depan rumah, salah satu tetanggaku, dengan wajah sedih, segera menghampiriku. Kemudian berkata, ”pak, yang sabar ya!.” Hatiku semakin tak menentu, pikiranku bertanya-tanya, ”sebenarnya ada apa.”

Dari depan rumah, aku melihat banyak orang sedang mengaji di dalam rumah. Kemudian aku langkahkan kakiku untuk segera masuk. Alangkah terkejutnya, setelah melihat putriku sedang berbaring kaku diantara orang-orang itu.

”tidak mungkin!.” Tidak terasa koper dan beberapa kantong plastik yang aku tenteng terlepas dari peganganku.

Mata dinda, sudah tidak terlihat karena tertutup kapas, dan badannya juga sudah terbungkus kain putih. Aku mendekati jasad yang sudah tidak bernyawa itu, jasad yang dulu sangat dekat sekali denganku, jasad yang menyemangatiku untuk tetap bertahan hidup, jasad putriku yang sangat aku sayangi.

Aku hanya bisa menatap wajah pucat putriku. Beberapa tetes air mata mengalir di sela-sela pipiku. Andai saja aku tidak mengingat Penciptaku, saat ini aku sudah menangis sejadi-jadinya.

Dengan lirih aku berkata,

”kenapa kamu meninggalkan ayah, de?,”
”kenapa gak pamitan dulu sama ayah?,”
”ayah, sudah membawakan boneka pooh nih!,”
”ini kado ulang tahun untuk kamu..........”

Bibirnya yang tersenyum membuatku menjadi sangat sedih sekali, entah berapa tetes, air keluar dari mataku ini. Saat itu aku menyesal sekali, andai saja aku tidak menyanggupi untuk tugas di luar kota, mungkin tidak akan terjadi hal seperti ini.

Tapi, aku tidak boleh menyesali diri, mungkin ini sudah menjadi takdir-Nya. Tidak ada satupun makhluk yang bisa menentang-Nya. Aku harus mengikhlaskan kepergian putriku, aku yakin saat ini ia sedang bersua dengan ibunya di Surga.

Jam enam lebih sepuluh menit tadi, dinda menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit, bertepatan dengan tibanya pesawatku di Jakarta. Sungguh, hal itu sangat membuatku terpukul, aku telah menyia-nyiakan satu-satunya anugerah Tuhan yang kumiliki saat ini. Semoga kejadian ini, dapat membuat mataku terbuka lebar, betapa berharganya waktu yang kumiliki.

Ayahku Menikah Lagi?

Written by Sachdar Gunawan | Monday, April 02, 2007 | | 0 Comment »

Bagaimana perasaan kita jika ternyata ayah kita menikah lagi, bagaimana jika ayah kita menikah tanpa sepengetahuan keluarga, bagaimana jika ada wanita yang mengaku sebagai istri ayah kita, menghubungi kita dengan maksud meneror, bagaimana jika ayah kita tiba-tiba jarang pulang, dengan alasan sibuk bekerja di kantor, bagaimana jika tiba-tiba sikap ayah kita menjadi baik dan perhatian kepada kita, walaupun dengan kompensasi harus rela ia tidak pulang ke rumah. Bagaimana jika pertanyaan-pertanyaan itu terjadi pada diri kita?

Aku berharap pertanyaan itu tidak pernah ada dalam benak ini, tapi pada kenyataannya, temanku memiliki pertanyaan itu semua. Saat ini ia cemas dengan keutuhan keluarganya. Ia cemas karena kondisi keluarganya saat ini tidak seharmonis dulu, ia cemas dengan kondisi ibunya yang seringkali terlihat termenung seorang diri, ia cemas bila nanti, kedua adiknya mengetahui kalau ayahnya menikah lagi. Hal lain yang membuat ia cemas adalah mengenai sikap yang harus ia ambil. Sebagai kakak, ia memang memiliki tanggung jawab yang lebih dibanding adik-adiknya, dan hal itu yang membuat ia selalu berpikir dengan dampak terburuk yang mungkin terjadi pada keluarganya nanti.

Ia bimbang harus melakukan apa, apakah ia harus menanyakan secara langsung perihal rumor bahwa ayahnya menikah lagi, atau pura-pura tidak tahu mengenai hal itu, dengan alasan, yang penting saat ini ia dan adik-adiknya bisa terus melanjutkan sekolah. Dilain hal, ia harus berusaha menutupi rumor itu terhadap adik-adiknya. Tapi, saat ini adiknya yang kedua sudah mengetahui hal itu, nasi sudah menjadi bubur, ia hanya bisa menjelaskan kepada adiknya, bahwa semua itu belum tentu benar, karena memang belum ada bukti yang kuat. Kalaupun nantinya terbukti bahwa ayahnya menikah lagi, ia mengatakan bahwa kita [keluarganya] harus ikhlas menerimanya.

Lingkungan keluarganya tidak seakrab dulu, anggota keluarga mulai tersenyum, tapi senyuman hambar, senyuman terpaksa yang hanya dilakukan untuk menghibur hati. Semuanya serba kaku, seperti halnya lukisan yang dulu berwarna-warni, kini menjadi pudar hanya karena ada noda yang membekas di permukaan kanvas. Ia berusaha untuk membuat suasana menjadi nyaman, tapi menurutnya semua itu sia-sia, karena noda yang membekas terlalu kuat dan dalam menutupi pesona warna di kanvas itu. Saat kondisinya seperti itu, terdengar suara dari ponselku, tanda sms masuk……. Rupanya ia mengeluh terhadap keadaan keluarganya, ia memohon kepadaku untuk memberinya semangat.

Beberapa detik kemudian, aku sms balik ke nonya. Aku kirim pesan yang isinya “SEMANGAT….100x” …. Hahahah….. aku tahu jawaban itu konyol, dan mungkin malahan membuat dirinya semakin sedih, atau sebaliknya, akan muncul senyuman lebar dari wajahnya. Ternyata perkiraanku yang kedua benar, ia merasa terhibur sejenak.

Sebagai seorang anak, sudah sepantasnya ia berbakti kepada kedua orangtuanya, termasuk ayahnya. Ia tidak perlu menanyakan langsung kepada ayahnya, mengenai rumor yang ia dengar, karena bisa jadi, justru akan memperkeruh keadaan. Biarlah ibu dan ayahnya yang menyelesaikan itu semua. Tidak cukup sampai disitu, ia harus menghibur ibunya ketika sedih, ia juga harus selalu mendampingi adik-adiknya agar tidak melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, hanya karena kecewa dengan sikap orangtuanya [ayah] yang kurang baik. Ia harus menjadi penggembira suasana, ia harus menjadi penyemarak keceriaan.

Semoga dengan sikapnya yang seperti itu, adik-adiknya bisa tetap menghargai dan mengormati ayah mereka, ibunya juga tetap setia mendampingi suaminya, sehingga membuat sang ayah menjadi sadar, bahwa anak dan istrinya sangat menyayanginya, dengan harapan, keakraban dan keharmonisan dalam keluarganya, dapat kembali seperti dulu lagi. Amin.

Sederhana itu Indah

Written by Sachdar Gunawan | Tuesday, March 27, 2007 | , | 0 Comment »

Untuk merasakan kebahagiaan,
tidak harus dengan memiliki banyak

Lubang kecil dengan genangan air di tanah dan batu sebesar kepalan,
bisa dijadikan alat untuk menciptakan pemandangan kabur berkabut

Di dalam sekuntum bunga
terdapat alam semesta

Dalam sehelai daun,
bisa ditemukan keabadian

Dunia indah yang kita inginkan,
tidak jauh dari jangkauan

Bulan dan angin
mempunyai keheningan dan kedamaian
yang bernilai sama dari celah-celah dedaunan
atau pun dari balik gubuk bamboo.

Orang yang bisa menikmati kebahagiaan hidup
juga akan bisa memahami makna kehidupan

Sederhana itu,
bukan berarti tidak memiliki apa-apa
tidak berarti berada pada derajat yang rendah
bukan berarti tampil apa adanya
bukan karena rendahnya kualitas

Tapi,
Sederhana hanyalah sebuah pilihan,
Pilihan untuk menikmati kehidupan yang amat sangat singkat ini
Tentunya dengan cara yang tidak berlebihan



Pagi itu, di Danau Cibubur

Written by Sachdar Gunawan | Monday, March 26, 2007 | , | 0 Comment »



Suasana pagi di danau itu tenang sekali, di bagian utara pesisirnya, nampak segerumpulan anggrek taman dengan bunga yang merekah indah, di sekitarnya juga ada sekelompok eceng gondok yang turut meramaikan habitat tanaman air di pinggir danau itu. Angin yang berhembus di atas permukaan danau, menimbulkan gemirik air, seperti lantunan nada-nada alam yang sangat merdu, menghipnotis setiap jiwa yang haus akan ketenangan dan kedamaian hati.

Terlihat berbagai aktivitas di pesisir danau itu, ada yang sedang asyik bercengkerama dengan anak dan istrinya, ada yang sendirian berlari santai, ada juga yang hanya duduk termenung dengan pandangan jauh ke tengah danau itu. Di beberapa titik yang cukup nyaman, terlihat juga beberapa pasang muda-mudi yang duduk berduaan. Mereka hanya terdiam, sambil sesekali tersenyum ketika pandangan mereka bertemu, mungkin itu yang dikatakan bahasa asmara. Mereka membisu, tapi hati mereka saling berpagutan satu sama lain. Andaikan hubungan mereka itu telah diridhoi oleh-Nya [baca: nikah], mungkin asmara yang melambungkan hati mereka itu bisa menjadi lebih indah.

Aku sendiri serta beberapa orang kawan, asyik duduk di rerumputan hijau yang ada di pinggirnya. Dari tempatku duduk, terlihat riak gelombang air danau itu bergerak ke arahku karena tertiup angin dari arah yang berlawanan. Hal itu membuat dahan-dahan pohon yang mengambang di atas permukaannya terlempar ke pinggir danau. Sepertinya cara itu yang dilakukan danau untuk membersihkan sampah yang berada di atas permukaannya.

Bila dilihat disekitarnya, kondisi danau itu memang cukup bersih, dan terawat dengan baik, beda dengan kondisi danau sunter yang kotor dengan sampah-sampah yang tidak bisa terurai oleh lingkungan. Mungkin karena alasan itu, banyak pengunjung yang datang ke danau itu.

Semakin matahari meninggikan dirinya, semakin banyak orang yang datang ke pinggir danau itu. Memang suasananya tidak setenang pagi tadi, tapi berubah menjadi suasana ramai yang penuh dengan keakraban. Sepertinya, antusias para pengunjung yang ada, mengisyaratkan kegembiraan yang sangat. Mungkin pagi itu adalah waktu yang tepat untuk melepaskan penat selepas lelah beraktivitas selama 5-6 hari ke belakang. dan bisa jadi, pagi ini adalah saat yang tepat untuk melepaskan rindu bersama orang-orang yang kita sayangi.

Beberapa menit kemudian juga tampak puluhan perahu bebek tak bermesin, menjelajah pesisir danau bagian barat danau itu. Perahu itu digerakkan dengan putaran kipas, yang digenjot melalu pedal yang ada di bagian tengahnya. Setiap tiga puluh menit hingga satu jam, penumpang yang berada di dalamnya berganti, entah berapa rupiah uang yang dikeluarkan untuk mengganti jasa pengurus perahu itu, tapi aku memperkirakan sekitar lima hingga sepuluh ribu, sama seperti dengan tarif perahu bebek yang berada di danau Museum Minyak dan Gas Bumi, Taman Mini Indonesia Indah.

Sambil menikmati pemandangan alam sekitar, aku dan empat kawan sekolahku, bernostalgia, mengenang kembali kekonyolan-kekonyolan yang dulu pernah terjadi di tempat itu. Ketika kami sama-sama mengikuti Latihan Dasar Kepemimpinan OSIS, kental sekali masih teringat kejadian-kejadian yang menurut kami sangat berkesan. Saat aku salah menerima perintah dari kakak senior, sehingga aku harus merendam diri selama beberapa menit di pinggir danau itu. Serta saat temanku melanggar aturan, sehingga membuat dia harus menerima hukuman push-up di pinggir danau itu. Dan saat akhir acara, aku dan teman-temanku berhasil menceburkan ke danau itu, salah satu senior yang seringkali menghukum kami, untung saja tidak terjadi pertumpahan darah. Hahaha..... akhirnya kami tertawa bersama, andai saja, saat ini semua peserta kegiatan itu hadir di tempat ini, tentunya akan menambah keceriaan diantara kami.


Ungkapan Hati Seorang Pecinta

Written by Sachdar Gunawan | Friday, March 23, 2007 | , | 0 Comment »

Perbincangan malam itu,
akhirnya mengarah kepada hati.

Secara kiasan, telah terungkap isi hatiku,
harapanku untuk bersanding dengan dirinya,
keinginanku untuk membentuk keluarga dengannya.
tentunya dalam bahtera rumah tangga yang syar’i.
Secara istilah, terungkap juga isi hatinya,
harapan yang sama dengan yang ku punya.

Berat sekali mengungkapkan itu semua.
Suatu hal yang belum pasti itu, akhirnya tidak terbendung juga,
keluar dari mulutku dan dia.
Ada perasaan gembira,
tatkala misteri yang selama 7 tahun ini bisa terungkap.

Tapi,...
Hatiku sedikit gundah saat itu.

Aku belum siap berkomitmen,
Begitupun dirinya.

Lalu,...
Apakah kami harus melanjutkan hubungan ini,
dengan ikatan yang tidak semestinya?
Apakah kami harus mengambil resiko itu?

Uh...
Aku harus mengusir jauh-jauh pikiran seperti itu
Aku tidak boleh terpedaya oleh bisikan itu

Banyak PR yang harus aku selesaikan,
masih banyak persiapan yang harus aku lakukan.

Memang,...
sebelumnya kami saling berharap,
berharap dapat dipertemukan dalam mahligai rumah tangga.

Tapi,...
Kami sadar,
saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk mewujudkan itu semua.

Lalu kapan?
Tiga tahun ke depan adalah rencananya untuk melepaskan kesendirian.
Aku pun berencana menyempurnakan setengah dien ku, dalam rentang waktu itu.
Bukanlah suatu hal yang disengaja,
kami memiliki planning yang sama, walaupun alasan kami berbeda.

Ah...
Biar waktu saja yang menjawab,
Aku yakin Engkau telah menyiapkan yang terbaik untukku
Kalau memang ia adalah yang terbaik buatku,
Aku yakin harapan itu akan menjadi kenyataan.

Semuanya memang terungkap,

Tapi,..
Bukan berarti menjadikan hubungan kami semakin bebas.
Justru hal itu membuat resah hatiku.

aku khawatir hati ini tidak bisa kujaga.
aku khawatir penyakit ghurur menjangkiti jiwaku,
aku khawatir terlena karena senangnya hati ini,
aku khawatir ibadahku terkotori karena itu,
aku khawatir tidak bisa memprioritaskan hubunganku dengan-Mu.

Ya Allah,..
Kami hanyalah hamba-Mu yang biasa
Yang senantiasa berusaha menjaga hati,
Hati yang tidak pernah bersih dari kefanaan.
Kefanaan dunia yang hanya sementara ini.

Ya Allah,..

Jagalah hatiku
Jagalah juga hatinya

Jangan sampai perasaan diantara kami,
Melebihi rasa cinta kami kepada-Mu

Jangan sampai perasaan diantara kami,
Menjadikan kami lalai untuk beribadah kepada-Mu


Muhasabah.
Mtrmn, Maret 2007

Dia dan Persimpangan itu

Written by Sachdar Gunawan | Thursday, March 22, 2007 | , | 0 Comment »

Kepulan asap hitam dari knalpot kendaraan yang lewat, menambah pekatnya udara panas di siang hari. Lalu-lalang kendaraan yang menimbulkan suara parau, turut meramaikan hiruk-pikuk suasana di lampu merah itu. Saat si merah menampakkan warnanya, para pengemudi menghentikan kendaraanya seperti terhipnotis oleh warna itu.

Saat itulah, kang asep beserta beberapa orang kawannya mulai beraksi. Dengan kaki pincangnya, ia susuri setiap kendaraan yang sedang berhenti, tidak peduli seterik apapun panas matahari yang menyengat tubuh hitamnya itu, tidak peduli setebal apa asap knalpot yang masuk ke rongga hidungnya. Ia melanjutkan aktivitasnya itu hingga si merah menyembunyikan warnanya.

“rokok, mas!” ucapnya menawarkan barang dagangan yang ia letakkan dikotak yang ukurannya hanya selebar badannya. Ia selempangkan tali pengait kotak itu di badannya yang agak kurus untuk menahan beban.

Terlihat tangan kirinya menenteng satu ember plastik yang berisi beberapa botol aqua, lengkap dengan satu balok es batu yang mulai mencair. Di sela-sela jari tangan kanannya terselip dua botol aqua ukuran 600ml.

”aqua.......!” terdengar suara orang dari arah belakangnya. Kang asep yang mendengar itu, segera menuju sumber suara, kemudian mengambil satu botol aqua.

Memang perjuangannya sungguh berat, dengan pekerjaannya itu, tidak banyak yang bisa ia hasilkan. Satu hari bisa mendapatkan lima belas ribu rupiah saja, merupakan suatu keberuntungan buat dirinya. Mungkin sebenarnya ia bisa mendapatkan lebih dari itu, tapi ia sadar, ia tidak sendiri di lampu merah itu, banyak kawan-kawannya yang memiliki pekerjaan yang sama dengannya.

Sewaktu ia menjajakan barang dagangannya, ia melihat satu keluarga di dalam mobil panther silver, sedang asyik bercengkerama. Pikirannya menerawang jauh, menyusuri sisi kehidupannya yang sudah lampau. Ia teringat dengan pengalaman pahitnya.

Lima tahun lalu, ia bersama keluarganya bertamasya ke puncak. Di suatu belokkan, ia dikejutkan dengan kehadiran mobil corolla hitam yang datang dari arah berlawanan. Pengendara mobil itu kurang cermat melakukan belokkan, sehingga membuat kang asep yang saat itu sedang mengendarai mobil, membanting stir ke arah lain untuk menghindari tabrakan. Tapi, sungguh naas, arah yang ia tuju ke arah jurang.

Dalam kecelakaan itu, hanya ia saja yang masih hidup, dan setelah kejadian itu, kehidupannya menjadi hancur. Ia kehilangan anak dan istrinya, ia kehilangan pekerjaannya, karena harus dirawat di rumah sakit selama beberapa bulan. Ia juga kehilangan harta yang dimiliki, karena habis untuk mengobati dirinya. Dadanya retak dan kaki kirinya hampir patah, sehingga harus dioperasi yang membutuhkan biaya yang cukup besar.

Lamunannya terhenti karena suara klakson mobil di depannya. Rupanya si merah sudah menyembunyikan warnanya. Kemudian ia menyeka air mata yang menetes dari matanya, sambil menepi menuju pesisir jalan.

”kang, kang asep nangis?” tanya seorang kawan dipinggir jalan yang berprofesi sama dengannya.

”oh,... enggak...mata saya kemasukkan debu, jadinya kaya abis nangis ya!hehe..” sahut kang asep menghibur diri.

Di dunia ini ia hanya sendiri, setelah kecelakaan itu. Kerabat dan keluarganya tidak ada yang mau menerima dirinya. Kini ia adalah seorang cacat yang tidak memiliki apapun.

Pernah ia berusaha untuk mengakhiri hidupnya dengan menegak satu kaleng obat nyamuk cair. Untung saja kawannya yang saat itu sedang berkunjung ke kontrakannya, melihat kondisinya yang saat itu sedang tidak sadarkan diri. Lantas kang asep dilarikan ke rumah sakit terdekat. Akhirnya, hidup kang asep bisa diselamatkan.

”hmm,. kenapa aku tidak mati? Ah, mungkin Tuhan belum mengizinkan aku untuk mati.”

Setelah kejadian itu, kang asep tidak pernah mengulangi kebodohannya lagi. Ia sadar, bahwa bukan dirinya yang menentukan akhir hidupnya, semuanya sudah ditentukan oleh penciptanya, begitupun dengan anak dan istrinya yang sudah mendahuluinya.

Kang asep yang sekarang, bukan kang asep yang lemah. Walaupun ia cacat, ia berusaha untuk tidak merepotkan orang lain. Ia juga bekerja dengan penuh semangat. Dikala kawan-kawannya yang lain masih tertidur pulas, kang asep sudah berada di persimpangan untuk bekerja. Dikala yang lain sudah kembali ke rumahnya, kang asep masih berada di persimpangan.

Suatu pagi, persimpangan itu dipenuhi banyak orang. Beberapa petugas polisi terlihat sedang mengamankan areal sekitar, dan petugas lainnya sibuk mengatur lalu lintas yang mulai padat. Tidak berapa lama kemudian, datang satu unit mobil ambulan.

”ada kejadian apa ya? kok ada mobil ambulan,” tanya arif, salah satu kawan kang asep yang pernah menyelamatkannya dari kematian. Saat itu arif sedang berjalan menuju persimpangan untuk bekerja. Alangkah terkejutnya ia, ketika melihat jenazah yang sedang dibawa empat petugas kesehatan itu.

”tidak salah lagi, itu kang asep!.” tegasnya.

”kang asep.... ” teriaknya keras, dan itu mengundang kawan-kawan lainnya, yang baru tiba di persimpangan..

Mereka sungguh tidak menyangka kalau jenazah itu adalah kang asep. Tangis sudah tidak bisa terbendung lagi, air mata mengalir deras, dan kesedihan menyelimuti komunitas pedagang asongan yang saat itu mengetahui kematian kang asep.

Menurut saksi mata, sekitar pukul lima pagi tadi, ia melihat satu mobil dari arah barat sedang melaju kencang menuju persimpangan. Saat melewati persimpangan, terdengar suara teriakan manusia, diikuti dengan suara benda yang terjatuh keras. Karena penasaran, ia segera lari menuju persimpangan, dan di tempat itu ia melihat sosok lelaki terbaring dengan tubuh mengejang. Nampak darah segar keluar dari mulut dan hidungnya, spontan ia berteriak meminta tolong dengan harapan akan ada orang lain yang datang dan menolong. Hingga akhirnya datang beberapa petugas polisi, disusul satu unit mobil ambulan.

Sukses dengan menjadi Orang yang Inisiatif

Written by Sachdar Gunawan | Wednesday, March 21, 2007 | | 0 Comment »

Orang bijak pernah berkata, ada 2 jenis manusia yang tak pernah akan berhasil. Yang pertama adalah orang-orang yang mengerjakan sesuatu sesudah disuruh. Yang kedua adalah orang-orang yang bahkan tidak melakukan apa yang disuruh. Orang sukses mengerjakan hal-hal yang harus dikerjakan tanpa disuruh. Dan mereka tidak berhenti sampai disitu. Mereka memberikan pelayanan lebih, mengerjakan lebih dari yang diharapkan. Untuk mencapai tujuan kita, usahakan untuk menjadi orang yang berinisiatif. Inisiatif akan mendatangkan kemajuan, kenaikan pangkat, promosi, perhatian, dan peluang.

Tapi jangan pernah memiliki tujuan bernisiatif agar bisa mencapai sesuatu, seperti yang telah disebutkan di atas, niatkan hanya untuk menebar kebaikan, membuat keadaan yang kurang baik menjadi baik, keadaan yang baik menjadi lebih baik, dengan begitu, sesuatu yang tadi disebutkan ( kenaikan pangkat, dll ) akan datang dengan sendirinya

Seorang atasan tidak akan merespon baik karyawan yang pandai, yang memiliki keahlian tertentu, tapi akan menghargai karyawan yang memiliki inisiatif. Ketika seorang karyawan memahami bahwa kondisi perusahaan sedang goncang, ia akan berinisiatif untuk mengusulkan ide-ide sebagai jalan keluar. Mungkin idenya biasa saja, tapi setidaknya hal itu merupakan rasa kepeduliannya kepada perusahaan, walau bagaimanapun perusahaan akan menghargai karyawan tersebut.


Balada Bocah Bandel [B3]

Written by Sachdar Gunawan | Monday, March 19, 2007 | , , | 0 Comment »

Melanjuti artikel sebelumnya, ada hal menarik yang membuat diriku mengerutkan dahi, sekaligus melebarkan senyumku. Semua itu karena ulah seorang bocah, anak salah seorang peserta kajian di masjid itu.

Pagi itu, suasana di masjid begitu khusyu’. Yang terdengar hanyalah taujih rabbani seorang ustadz yang duduk tepat di depan mimbar masjid. Tampak puluhan peserta serius menyimak apa yang disampaikan sang ustadz. Hijab putih yang berkerangka alumunium, dengan alas roda kecil menjadi pembatas antara jama’ah wanita dan laki-laki. Beberapa kipas angin yang dihidupkan, menambah kesejukan udara di masjid yang asri itu. Sesekali beberapa jama’ah mengganti posisi duduk untuk menghilangkan pegal yang mulai menyemuti kaki mereka, sudah hampir satu jam mereka duduk di tempat itu.

Di tengah-tengah kekhusyu’kan tersebut, nampak seorang bocah kecil yang berusia sekitar empat tahun-an berjalan ke arah sound system yang terletak tidak jauh dari tempat ustadz. Ya,… sekitar tiga meter ke kiri dari ustadz itu duduk.

Bocah itu melihat hampir setiap sisi sound sytem yang berbentuk kotak itu, mungkin karena bisa mengeluarkan suara, sehingga membuat bocah itu penasaran. Ia tertegun heran dengan kotak putih itu, dua kali ia dekatkan telinganya ke kotak, hanya untuk memastikan bahwa suara itu, memang berasal dari sana.

Kemudian ia tertarik dengan tombol yang berada di atas kotak itu. Ia perhatikan bentuknya yang menurutnya sangat eksotik, karena tekstur dua tombol itu bagian sisinya terlihat menjorok ke dalam dengan garis-garis lurus, nan halus. Ia mencoba menyentuh salah satu tombol itu, kemudian memutar-mutarkan sedikit, kekanan, dan semakin ke kanan, sehingga suara yang keluar dari speaker itu semakin keras, dan itu membuatnya kaget. Terlihat dari posisi tubuhnya yang sedikit mundur ke belakang.

Tentu saja hal itu mengundang perhatian peserta kajian, termasuk sang ustadz. Moderator yang duduk di samping ustadz, segera berinisiatif untuk menormalkan kembali tombol yang diputar bocah itu, yang ternyata adalah tombol volume. ”jangan nakal ya, de!” ucap moderator kepada bocah itu, sambil kembali duduk ke tempatnya semula.

Dengan teguran halus itu, sang bocah sama sekali tidak bergeming, kemudian ia memperhatikan ustadz yang sedang bicara. Ia heran, kenapa suara ustadz itu bisa keluar dari kotak putih itu. Dalam perhatiannya, ia melihat kabel dari mic yang dipegang ustadz menuju seound system. Bocah itu kembali mendekati sound system, kali ini, perhatiannya tertuju kepada ujung kabel yang berupa konektor mic. Ia putar-putar konektor itu, lalu menariknya. Lantas, suara ustadz menghilang seiring tercabutnya konektor itu. Pertanyaannya sudah terjawab, kemudian ia masukkan kembali ujung konektor itu, ke tempatnya semula sambil tersenyum sinis.

Entah, siapa orangtua bocah nakal itu. Sepertinya mereka kurang baik mendidik anaknya itu, atau karena terlalu baik? Yang pasti, otak bocah itu dipenuh oleh banyak pertanyaan mengenai segala sesuatu yang berada disekitarnya.

Tidak cukup mencabut konektor mic. Kini ia berjalan di depan jama’ah, dan berhenti tepat di depan ustadz yang sedang berbicara. Ia tertarik dengan buku hitam yang berada dipangkuan ustadz, ia mencoba meraih buku itu, tapi tertahan oleh tangan si pemilik. Maka terjadi aksi tarik menarik, yang membuat sebagian jama’ah tertawa kecil. Akhirnya sang ustadz mengalah, dan membiarkan bocah itu mengambil bukunya. Ia bolak-balikan buku itu, lalu ia buka setiap lembarnya. Karena merasa kurang menarik, ia lemparkan buku itu ke atas pangkuan sang ustadz,.. kurang ajar memang bocah itu, andai saja bukan anak kecil, mungkin sang ustadz sudah naik pitam.

Kini matanya mengarah ke arah microphone yang tergeletak di depan moderator. Kreatifitasnya mulai bangkit, ia ambil mic itu, lalu mencoba berbicara di ujungnya. Tapi ia kecewa, karena suaranya tidak terdengar di sound system. Ia benturkan dua kali kepala mic ke lantai, kemudian mencoba berbicara lagi di ujung mic. Tapi hasilnya tetap sama, ia tidak menyadari bahwa mic itu dalam keadaan mati, dan ia tidak mengetahui cara mengaktifkannya.

Dalam kekecewaannya, matanya melirik ke arah benda yang sedang dipegang ustadz. Kali ini ia ingin membuktikan kalau suaranya juga bisa keluar di sound system itu. Ia dekati ustadz, dan berusaha meraih microphone yang sedang dipegang oleh ustadz. Ia ambil secara paksa, kemudian berteriak kecil di ujung mic itu, ”oiii...... oi.......hahaha....sualana kedengelan.” Sungguh itu membuat jengkel ustadz, moderator dan beberapa jama’ah. Tapi terdengar ada tawa kecil saat itu. Memang, kenakalan bocah itu, menjadi suatu kelucuan yang tidak berarti.

Setelah puas mengungkapkan misterinya, si bocah melemparkan mic itu ke lantai, dan berlari ke belakang jama’ah. Ia sedikit khawatir, karena saat itu sang moderator memelototinya.

Orang-orang berpikir, mungkin itu akhir dari kenakalan bocah itu. Tapi dugaan mereka salah. Kali ini ia berkutik dengan hijab putih yang menjadi pembatas antara jama’ah laki-laki dan wanita. Tidak disangka-sangka, salah satu hijab sepanjang tiga meteran yang beralaskan roda itu, ia tarik-tarik, sehingga jama’ah laki-laki bisa melihat langsung jama’ah wanita, dan sebaliknya. Aksinya itu membuat satu orang peserta berbadan besar yang saat itu duduk di belakang, berinisiatif untuk mengembalikan posisi hijab tersebut. Bocah nakal itu lari ketakutan, lantaran orang itu menjewer telinganya. Ia berlari tunggang-langgang sambil menangis keras.

Kejadian itu telah mengalihkan perhatian peserta kajian ke arah belakang. Di antara mereka ada yang tertawa geli, ada yang memasang muka puas, karena anak itu menangis. Ada juga yang hanya tersenyum kecil.

Menjaga Citra Dakwah

Written by Sachdar Gunawan | Sunday, March 18, 2007 | , , | 0 Comment »

Pagi itu, suasana di masjid begitu khusyu’. Yang terdengar hanyalah taujih rabbani seorang ustadz yang duduk tepat di depan mimbar masjid. Tampak puluhan peserta serius menyimak apa yang disampaikan sang ustadz. Hijab putih yang berkerangka alumunium, dengan alas roda kecil menjadi pembatas antara jama’ah wanita dan laki-laki. Beberapa kipas angin yang dihidupkan, menambah kesejukan udara di masjid yang asri itu. Sesekali beberapa jama’ah mengganti posisi duduk untuk menghilangkan pegal yang mulai menyemuti kaki mereka, sudah hampir satu jam mereka duduk di tempat itu.

Aktivitas siyasi, sebagai pondasi dakwah, menjadi suatu kebutuhan sendiri bagi para kader yang memiliki tanggung jawab terhadap berlangsungnya perjuangan untuk menegakkan daulah islamiyah di muka bumi indonesia ini. Karena siyasi adalah bagian dari dakwah, jadi sungguh tidak pantas jika para kader dakwah, dengan berbagai alasan tidak berusaha untuk menjalankan kewajiban ini. Maka dari itu, acara Istsy’ari Mas’uliyah [penguatan tanggungjawab dakwah] perlu diadakan secara rutin, seperti halnya hari ini, yang diadakan di masjid yang berlokasi di perumahan bulog, Kebayoran Baru.

Ketika tarikan dunia lebih besar daripada tarikan akhirat, kita akan mengalami kesulitan dalam menjaga eksistansi dakwah. Bagi yang tidak menyadarinya, niat tulus kita akan ternoda dengan kefanaan itu, hingga akhirnya kita semakin tidak menyadari bahwasanya telah terjadi kerusakan pada jiwa kita, imanpun ikut terlarut dalam lumpur yang mulai menghitam itu. Citra dakwah yang suci, menjadi taruhan atas kebobrokan iman para kader dakwah. Maka tidak heran jika dakwah itu sendiri menjadi luntur, karena lunturnya semangat para kader.

Pengokohan Citra Islam pada diri tiap kader sangatlah perlu dilakukan untuk memurnikan kembali citra dakwah, sehingga citra dakwah akan senantiasa terjaga dari keruhnya kehidupan fana ini.

Untuk Mendapatkan Emas, Kita Harus Menggali Tanah dulu

Written by Sachdar Gunawan | Friday, March 16, 2007 | | 0 Comment »

Andrew Carnegie, pemuda Skotlandia, datang ke Amerika dan mulai melakukan perkerjaan-pekerjaan aneh. Tapi akhirnya dia menjadi produsen baja terbesar di Amerika. Pada suatu waktu, sekitar 43 milyuner bekerja untuk dia, beberapa dekade lalu, bahkan untuk saat ini, sejuta dollar itu banyak

Suatu hari seseorang bertanya padanya,

bagaimana caranya menghadapi orang-orang?

“Menghadapi orang itu seperti menggali emas. Untuk mendapatkan satu ons emas, kita harus membuang berton-ton tanah, tapi waktu menggali kita tidak mencari tanah, kita mencari emas” jawabnya

Dalam berhubungan dengan orang lain, apa yang kita cari? Kita terbiasa mencari sesuatu yang buruk atau tidak beres pada diri seseorang atau situasi, jika kita mencari yang salah atau yang buruk, kita akan mendapatkan banyak. Sebagaimana halnya bumi yang mengandung tanah atau Lumpur dan emas, dalam diri setiap orang selalu terdapat sesuatu yang positif dan negatif. Terkadang kita harus menggali dalam untuk mencari yang buruk atau salah, kita lupa melihat sesuatu yang benar. Padahal kata orang bijak, bahkan jam matipun benar 2 kali sehari

Jika kita ingin mencari emas, kita harus memindahkan berton-ton tanah untuk mendapatkan 1 ons emas. Saat pergi mencari emas, tujuan kita bukan mencari tanah, tapi mencari emas, kita perlu menjadi pencari kebaikan. Sebagian besar orang akan menemukan apa yang mereka cari. Jika kita mencari persahabatan, kebahagiaan dan hal-hal positif, kita akan menemukannya. Jika kita mencari pertengkaran atau perbedaan, maka itulah yang kita dapat. Tapi perlu diingat, mencari yang positif tidak berarti mengabaikan atau melewatkan kesalahan.