Ruhiyah yang terisi kembali

Written by Sachdar Gunawan | Friday, January 12, 2007 | | 0 Comment »

Seminggu kebelakang hari-hariku sangat membosankan, apa yang aku lakukan tidak jelas juntrungannya[tujuan] dan luntang-lantung tak karuan, karena satu permasalahan membuatku terkena sindrom M [baca;malas] kalau sudah terkena ini, apapun yang dilakukan seperti membosankan, sehingga tidak ada semangat, bahkan untuk berpikir seriuspun sulit. Aku seperti kelaparan akan sesuatu, tetapi aku belum tau apa?

Saat suntuk mengisi sore hari, ponselku berbunyi [ting..tong!] tanda sms masuk, yang isinya “Ass. Pertemuan Liqo kita kali malam ini jam 19.30. tolong infokan ke yang lain. Jazakallah” aku teringat, minggu lalu aku sempat menghubungi akh Reza untuk menanyakan waktu kajian, karena 3 minggu terakhir kami tidak bertemu dengan alasan aktivitasnya yang padat dan ia baru ada waktu kamis kemarin, ohya, akh Reza adalah guru spiritualku, biasanya aku dan beberapa teman kampus mengadakan kajian bersama dengan bimbingan beliau setiap kamis malam.

Ada satu materi yang menurutku menarik dan ini berkaitan sekali dengan kelaparanku akan sesuatu! Pada dasarnya manusia memiliki tiga unsur, Jasadiyah, intelektual dan Spiritual [ruhiyah] , masing-masing unsur butuh makanan yang berbeda, Jasad kita butuh asupan makanan & minuman yang halal, intelektual kita butuh ilmu yang bermanfaat, dan spiritual kita butuh Dzikrullah. Jika ke tiga unsur ini tidak mendapatkan makanan, maka dampaknya akan ada, jika jasad kita tidak diberi asupan, maka kita akan lemas, haus, sakit bahkan bisa mati. Jika Intelektual kita tidak mendapatkan ilmu, dampaknya adalah kebodohan bahkan kemiskinan. Dan dampaknya jika kebutuhan Spiritual kita tidak terpenuhi ialah kebobrokan moral. Jadi ketiga unsur ini memiliki kebutuhan yang masing-masing harus dipenuhi,

Seringkali kita mendengar di sekitar kita, ada pertanyaan ”kita bekerja untuk apa?” dan jawabannya ”untuk sesuap nasi”, atau ada istilah ”makan tidak makan, asalkan kumpul”, ”hidup untuk makan”, tapi jarang sekali kita mendengar istilah ”kita bekerja untuk mendapatkan ridho Allah”, ”ngaji ga ngaji asal kumpul”, atau ”hidup untuk ibadah”.

Dari contoh di atas jelas sekali, kita selalu memprioritaskan kebutuhan jasadiyah kita, padahal justru yang seharusnya paling diprioritaskan adalah kebuhan spiritual kita, jika tidak terpenuhi bukan hanya berdampak kepada diri kita sendiri, tapi orang lain, bukan hanya kebobrokan moral saja, tapi lebih fatal lagi bisa merubah moral kemanusiaan kita menjadi moral kebinatangan, ungkapan hari ini makan apa? akan berubah menjadi hari ini makan siapa?

Bila kondisinya seperti itu, segala macam cara akan dihalalkan, apapun akan kita lakukan hanya untuk sekedar memuaskan nafsu kita atau mengenyangkan perut kita, dan inilah salah satu penghancur fitrah kehidupan.

Dengan materi tersebut aku telah menemukan kelaparan yang aku rasakan, kelaparan ruhiyahku, dan semalam aku menemukan makananku.

0 Comment