Catatan Akhir Tahun

Written by Sachdar Gunawan | Sunday, December 31, 2006 | | 0 Comment »

“..Barangsiapa yang hari ini lebih baik dibandingkan yang terdahulu, maka dia termasuk orang yang sukses. Barangsiapa yang hari ini sama seperti yang terdahulu, maka dia termasuk orang yang tertipu. Barangsiapa yang hari ini lebih buruk dibandingkan yang terdahulu, maka dia termasuk orang-orang yang merugi dihadapan Allah SWT…” Sabda Nabi Muhammad saw.

Tepatlah bila kalimat di atas dijadikan sebagai bahan renungan, sebagai awal evaluasi dalam rangka introspeksi diri kita. Bila bicara sukses, maka hari ini lebih baik dari hari kemarin, dan tentu saja hari esok akan lebih baik dari hari ini, dan bukan masalah sudah seberapa jauh kita melangkah, atau sudah berapa meter kita melangkah, yang terpenting adalah sudahkah kita melangkah? Karena sukses bukanlah tujuan, tapi perjalanan. Perjalanan kemana? Tentunya perjalanan menuju tahap yang berikutnya.

Sungguhlah tidak bijak jika kita berkata diri kita sudah sukses, dan hidup kita selesai. ”Saya sudah mencapai puncak keberhasilan, apalagi yang harus saya kerjakan? Semua hal sudah saya dapatkan”, membaca kalimat ini sangatlah sesuai dengan salah satu ayat yang berbunyi; ”Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup” (QS Al’alaq 6-7)

Masih ada tahapan setelah sukses, karena di atas sukses masih ada sukses, saya jadi teringat dengan satu pernyataan yang mengatakan ”Menjadi orang sukses itu penting, tapi menjadi orang besar itu lebih penting” orang besar tidak hanya menjadikan diri mereka sukses, tapi mereka juga membuat sukses orang lain. Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat untuk orang lain

Bagaimana kita melihat diri kita? Jangan pernah melihat dari sudut orang lain memandang, tapi tanya pada diri kita, apakah semua kebaikan yang telah kita lakukan atas dasar ketulusan, apakah kita ikhlas, atau semuanya kita lakukan semata-mata hanya untuk dinilai baik oleh orang. Apakah selama ini kita memakai topeng kemunafikan, apakah kita sudah menjadi diri kita sendiri?

Berapa banyak kebaikan yang telah kita buat, berapa kali keburukan kita lakukan, mari kita bandingkan, ucapan pahit kita, caci maki kita, sumpah serapah kita, rumor2 yang kita gosipkan, sikap sinis kita, tangan jail kita, tangan yang suka mengambil yang bukan hak kita, mata yang selalu digunakan kepada kemudharatan, kaki yang selalu menginjak2 kemanusiaan, dan sikap acuh kita kepada kesengsaraan, apakah sebanding dengan kata2 pujian kita kepada teman kita yang berprestasi, kata terimakasih yang kita ucapkan, kalimat2 baik yang kita lontarkan, dzikir & tilawah yang kita lantunkan sebelum dan sesudah shalat, infaq dan sedekah kita, tausiyah2 rukhiyah yang kita dengarkan, serta kaki yang selalu dijadikan sebagai penahan beban ketika membantu orang lain. Apakah itu sudah sebanding? Kalaupun sebanding kita tetap harus malu pada Allah SWT, atas kenikmatan yang telah kita dapatkan, mulai dari bangun tidur hingga kembali ke peraduan. Nikmat bernafas, nikmat rezeki, nikmat tempat tinggal, nikmat kemudahan, dll. Sungguh tiada terbatas nikmatNya kepada kita.

Marilah kita bercermin kepada sepak terjang kita terdahulu, mari luangkan waktu untuk membuka kembali goresan perjalanan hidup kita, luangkan satu hari, bila tidak sempat satu jam, satu menit, satu detik demi kebaikan kita. Janganlah puas atas prestasi yang teraih, tapi bersyukurlah kepadaNya, perbaiki kesalahan2 yang ada, goreskan tintamu, warnai hidupmu. Semoga Allah SWT memberkahi hidup kita. Amin
Wallahu ’alam

[31 Desember 2006]

Rindu yang tertahan

Written by Sachdar Gunawan | Thursday, December 28, 2006 | , | 0 Comment »

[untuk sahabatku Bumi Maharani]

Saat kerinduan terendap berkarang
Kutermenung dalam kesendirianku
Tiada satupun pelipur lara
Hanya kenangan yang menemaniku

Walaupun kau bisu pada dirimu
sehingga burung2 tak lagi bernyanyi
tak akan mengubah rasa simpatikku
Aku tetap yakin, harapan itu masih ada

Ketika hasrat itu memuncak
Ku pejamkan mata hati
Berdo’a dengan batinku yang terdalam
Memohon kepadaNya
Tuk sampaikan rindu ini

[27 Desember 2006]

Pencarian diri yang tak berkesudahan

Written by Sachdar Gunawan | Thursday, December 28, 2006 | , , | 0 Comment »

Di persimpangan terlihat seorang yang mencari diri,.
Perawakannya tidak gemuk, kuruspun tidak.
Tampak keangkuhannya saat ia berjalan
Tapi, Keramahannya pun terlihat saat ia berbicara

Citanya tinggi, melebihi kemampuannya
Keinginannya banyak dan terkadang melewati batas akalnya
Ia hanyalah Hamba yang penuh dengan keOptimisan
Tapi terkadang ia menjadi seorang yang pasif,
Tatkali dirinya menguasai jiwanya

Pergaulannya terbatas
Organisasi yang ia ikuti juga terhitung
Buku bacaannya sedikit yang bermutu
Padahal, sumber inspirasi banyak ia dapat dari itu

Ia selalu menuntut kesempurnaan
Tetapi berusaha untuk selalu proposional
Sikapnya itu nampak sekali dalam pekerjaan dan aktivitasnya
Bila beruntung sikapnya dapat mengangkat dirinya
Tapi saat sial, sikapnya menjadi cemo’ohan orang

Ia selalu memperbanyak teman
Dulu ia seringkali menjelajahi dunia maya untuk menambah relasi
Kini ia ikuti beberapa organisasi, dan group milist
Tapi sepertinya ia belum menemukan dirinya

Sampai kinipun ia terus mencari dirinya
Memang semua yang terjadi padanya tidak sia-sia
Mungkin tanpa disadari ia sudah menemukan dirinya
Hanya saja ke’egoisan dirinya lebih besar
Sehingga kepuasan tidak pernah ia dapatkan

[31 Oktober 2006]

September Kemarin

Written by Sachdar Gunawan | Thursday, December 28, 2006 | , | 0 Comment »

Ku awali hari itu dengan galau hati
Penuh angan dan hayal yang tiada bertempuh
Dalam keriangan kuampikkan kepenatan
Berharap dapat meremajakan buah otakku

Dipertengahan, fisikku mengeluh lesuh
Tapi jiwaku berlari semangat
Hingga akhirnya kugapai puncak itu
Puas,,, Bangga...

Tapi perjalananku belum berakhir
Masih banyak yang harus diperjuangkan
Masih ada yang dikorbankan

Aku rindu saat-saat itu
Aku rindu saat kau lukis langit fajar
Aku rindu saat kau tundukkan mentari sore
Hingga nanti kunikmati lagi
Aku bersyukur padamu, Tuhanku

In Memorian...
September Kemarin...
Gunung Putri-Gede
8 – 10 September 2006

Anggi Chou Vs Sachdar

Written by Sachdar Gunawan | Thursday, December 28, 2006 | , | 0 Comment »

Anggi chou say :

Jika perjalanan telah membuatmu merasa asing dan sepi. dan airmata telah kering, hingga duka hanya jadi salak anjing. maka biarkan matamu terpejam untuk sejenak, menutup pandangan akan peristiwa yang selalu ada dan menyakitkan. biarkan pikiranmu tertidur, melupakan masa lalu yang senantiasa menghantui dan ingin kau kubur di malam paling kelam.
biarkan semuanya mengalir pada sungai waktu, melewati labirin mimpi, melewati kefanaan penuh luka. biarkan.
tapi jika kelak kita kembali bertemu di persimpangan jalan itu, engkau harus jawab satu pertanyaanku: "dimana telah kau buang kisah itu?"


sachdar answer :

hidupku adalah proses yang sedang kujalani saat ini,. Perjalanannya bagiku sangat indah,. Seindah kumenikmatinya,. Walau kadang ranting,. Karang, kerap kali membuatku tersandung,.. tapi aku belajar dari itu,… sesuatu yang menyakitkanpun bisa menjadi ruang belajar yg efektif,. Untuk memperbaiki kealfaan diri.

Aku takkan bisa tidur jika pikiranku selalu melayang mencari kedamaian diri yang didamba,.. dan hingga akhirnya aku menemukan sendiri kedamaian yang hanya sebuah hayalan maya,. Tapi saat ini itu cukup bagiku.

Aku yakin dan percaya akan kekuatan dibalik suatu pertemuan,…. Aku rindu cerita itu,. Aku rindu tawa itu,.aku merindukan saat kau Tanya aku hidup untuk Siapa .,…

[8 Agustus 2006]

# kata-kata di atas tersusun ketika seorang temanku dengan id ”anggi chou” mencoba mengingatkanku untuk beristirahat atas keadaanku yang menurutnya penuh dengan keterasingan #

Jangan Katakan Sepi

Written by Sachdar Gunawan | Thursday, December 28, 2006 | , | 0 Comment »

[untuk sahabat]

Jika Kau Sunyi Seorang diri
Jangan Bilang aku sepi sendiri

Namun Ucapkan Olehmu
Dirimu tetap bersamaku

Kuharap Engkau selalu manis
Walau Kehidupan ini Begitu Pahit

Kuharap Engkau Ridla
Walau seringkali, Kubuat Kau Membenciku,
Memarahiku, serta Mengecewakanmu

Moga Kau dan Aku selalu Mesra
Dalam Indahnya Persahabatan

[10 November 2005]

S e s a l

Written by Sachdar Gunawan | Thursday, December 28, 2006 | , | 0 Comment »

Dimanakah aku berada,..

Di suatu puing yang tak berbentuk
Di atas hayalan tanpa batas

Kebodohan itu muncul seiring hilangnya akal sehatku
Atau mungkin juga karna hasrat yang tak tertanding

Awal dewasa hingga saat ini, itu terjadi
Rasa sesalpun tiada terkira

Hatiku tunduh karenanya
Jiwaku rapuh tanpa satupun penopang

Siapakah penolongku ..?
Haruskah ku andalkan luar diriku,
Haruskah kutegas akan diriku sendiri

Yaa,… hanya diriku yang bisa

Sudah saatnya menentukan pilihan
Sudah waktunya membuat keputusan

Ya Allah…
Berikan aku kemudahan
Untuk meluruskan ketidakbenaran ini

[23 April 2004]

Message for Arum

Written by Sachdar Gunawan | Thursday, December 28, 2006 | , | 0 Comment »

17 lilinmu kini telah menyala

menyalalah terang, menyinari hidupmu

akankah esokmu ada?

Jangan terlarut senang, ingatlah sedih
Karena esok bisa jadi kan lebih gelap

Jadikan hikmah hidup sebagai cermin

Kembangkan pribadi mandiri

Sebagai langkah kedepan
Menggapai angan, menuju cita

Met Milad....


Message For my Friend,
Arum

[2 Apri 2004]

Pemuja Abadi

Written by Sachdar Gunawan | Thursday, December 28, 2006 | , | 0 Comment »

Perlahan kuselam palung hatimu
Kugapai dasar sukma
Di mana kejujuran terendap berkarang

Ku tak memaki kesal
Ketika di sana tak kutemui ukiran namaku

Kumafhum, kumaklum siapa diriku
Rohku buruk termaham binar
Jasadkupun nelangsa pesona

Sungguh.. amat tak layak
Menyanding elok anggun jiwamu
Terasa tak pantas
Bertahta di singgasana emas cintamu

Karena itu..
Kubungkam rapat bibir relung ini
Agar bisik galau kalbuku
Tak terlantun menghampirimu

Kini cukuplah ku menjadi pemujamu

Ku kan jadi sang surya
Yang bersama rintik hujan
Kan melukis kepingan cantikmu
Di kanvas lekuk indah pelangi

[2 april 2004]

# ini adalah salah satu puisi favoritku, bahasanya sangat dalam, sungguh sang penulis menampakkan jiwa besarnya sebagai seorang yang tulus untuk merelakan apa yang dicintainya. Puisi ini aku kutip dari salah satu tabloid, hanya saja aku lupa tabloid apa dan siapa penulisnya, maka dari itu aku memohon maaf bila ada pihak yang tidak berkenan, dan kepada penulis aku meminta izin untuk menampilkan hasil karyamu di blogku. #

Hasrat Cinta

Written by Sachdar Gunawan | Thursday, December 28, 2006 | , | 0 Comment »

Saat kebisuan bicara
Terkaparku dalam sudut riangmu
Sunyi, senyap…
Ketika kerinduan merayap jauh
Ketika luluh hati berlabuh
Dalam satu pangkuan indah asaku
Di mana hati kita?
Kuharap jangan ada beda untuk satu indahnya
..cinta..

Roda terus berputar… melaju
Sedang hati kita tetap diam, tak bergeming
Miliki aku untuk indah, asa, cita dan cintamu
Tak muluk kuberharap
Tuk dapat mendengar gema hatimu
Tapi satu yang pasti
Hanya indahnya yang ada saat kau bersamaku

[2 April 2004]

Sobat

Written by Sachdar Gunawan | Thursday, December 28, 2006 | , | 0 Comment »

Sobat,…
Kau datang saat kuduka
Mendengarkan keluh kesah hati

Kecewaku jika meninggalkanmu
Sesalku jika mencampakkanmu

Rasa Nyaman saat bersamamu
Bersenda gurau ciptakan opini

Bukan karena fisikmu
Bukan karena materimu
Tapi ketulusanmu itu
Yang membuatku menyayangimu

Janjiku untuk menjaga tali ini
Hingga kita beranak cucu
Sampai kita menjadi buyut

Semoga menjadi do’a yang didengarNya

[2 Apri 2004]

Anen’ [Kangen]

Written by Sachdar Gunawan | Thursday, December 28, 2006 | , | 1 Comment »

Cukup lama kita tidak bertemu
Bertatap muka mengekspresikan diri
Hampa terasa tanpa hadirmu
Sepi sekali..... karena tawamu tak terdengar

Aku rindu candamu
Aku tak bisa melupakan senyuman itu
Sejak pertemuan terakhir itu
Terasa sesuatu yang hilang
Sesuatu yang penting dari hidupku

Aku tau itu sementara
Aku mengerti kau tak harus selalu ada
Tapi terkadang hati tak bisa tertutupi

Garis yang kutulis terasa putus tanpamu
Jalan yang kudaki terasa pupus dipertengahan

Memang itu hanya perasaan
Hanya istilah bahwa kau bergitu berarti

Suaramu saja tak bisa mengobati rindu ini

Hahahaha.... banyak sekali ceritaku untukmu
Dan akupun berharap ceritamu
Hingga nanti bertemu lagi
Saling berbagi, perasaan manis maupun pahit

Aku meyakini arti penting dari pertemuan
Dan kekuatan dibalik pertemuan

Tak bosan aku mengucap
Aku rindu kau,,..Sobat

[18 Maret 2004]

Message for Nia

Written by Sachdar Gunawan | Thursday, December 28, 2006 | , | 0 Comment »

Dulu mungkin kau kecil dan lucu
Tingkahmu juga sangat lugu
Sampai-sampai hatiku tertawa dibuatmu

Sekarang mungkin kau masih lucu seperti dulu
Hanya saja, lugumu tertepis dewasamu
Pakaianmupun sudah tidak sekecil dulu

Hari ini mungkin bahagiamu
Tentunya jika kau merasa begitu
Karena semua tergantung pikirmu

Saat ini 21 Lilinmu telah menyala
Maaf, jika aku tak bisa beri apa-apa
Tapi satu yang pasti untukmu
“Met Milad..”


Message for my Best Friend
NIA QUR’ATUL ‘AIN

[10 Maret 2004]

Rasa Hidup

Written by Sachdar Gunawan | Thursday, December 28, 2006 | , | 0 Comment »

Pahit
Hidup ini terasa pahit, saat masalah menjalari kehidupan yang penuh lika-liku ini

Asam
Hidup ini terasa asam, saat masalah membungkam aktivitas harian kita

Suram
Hidup ini terlihat suram, saat kita tidak mampu mengatasi masalah

Suntuk
Hidup ini membosankan, saat masalah datang berkelanjutan

Lezat
Hidup ini terasa lezat, saat kita menyadari bahwa masalah adalah suatu ujian

Nikmat
Hidup ini terasa nikmat, saat kita berjuang menghadapi masalah itu

[26 Januari 2003]

Bimbang

Written by Sachdar Gunawan | Thursday, December 28, 2006 | , , | 0 Comment »

Bicaraku, seperti teriak
Teriakku, seperti menangis

Kucoba berlari, hanya hampa yang kudapat
Kucoba sembunyi, hanya buah otak yang teraih

Apakah sudah takdirku?
Apakah sudah garisku?

Apakah hayalku hanyalah semu?
Apakah nasibku keinginanMu?

Beri aku jawabMu
Beri aku rahmatMu

Bukakan jalan untukku
Sehingga aku bisa melewati pintuMu.

[10 Januari 2003]

Milad Intifadha

Written by Sachdar Gunawan | Thursday, December 28, 2006 | | 0 Comment »

Dalam rangka Milad intifadha, tepatnya hari Senin, tanggal 25 Desember 2006 kemarin, KNRP atau komite Nasional untuk Rakyat Palestina, bekerjasama dengan Asosiasi Nasyid Nusantara, IZIS Production, SA Grafika, juga beberapa instansi lainnya, telah melaksanakan Konser Kemanusiaan untuk Palestina. Acara dilaksanakan di Aula Kampus STEKPI kalibata, Jakarta.

Untuk memeriahkan acara itu, di halaman depan Gedung STEKPI, terdapat juga BAZAAR murah, aneka kaset Nasyid, Pakaian Muslim, mulai dari peci, jilbab, baju gamis, dan koko tersedia di sana. Buku-buku muslim, Kalender Islami, dan VCD Islami, menghiasai pintu masuk menuju Aula kampus. dari pintu masuk gedung, hingga pintu masuk Aula sebagai tempat berlangsungnya acara itu banyak Panitia yang bertugas sebagai tim pengumpul dana, dilengkapi dengan atribut tanda panitia dan slunduk, tempat menaruh infaq.

Acara di awali oleh tilawah, sambutan ketua pelaksana, selanjutnya acara Nasyid. MC berusaha membakar semangat para penonton dengan yel-yel, setelah itu Justice Voice tampil pertama kali, dan membawakan tiga lagu, sayangnya penampilan kurang optimal, karena hanya satu orang saja yang tampil, tapi itu tidak menyurutkan semangat para penonton untuk tetap menonton. Selanjutnya F-One, I.R.A tampil dan berhasil membakar semangat para penonton. Dipertengahan sesi pertama ini, acara diselingi dengan Lelang Foto-foto besar yang memperlihatkan beberapa kondisi Palestina, lelang dibuka dengan harga Rp. 500.000 dan setelah melalui proses lelang, akhirnya harga tertinggi mencapai Rp. 7.000.000.

MC berhasil menaikkan adrenalin penonton, dengan menampilkan Shoutul Harokah dengan lagu “Kisah Palestina” “dan Ar-Ruhul Jadid dengan lagu “ar-ruhul jadid”, penonton seperti terhipnotis, ikut bernyanyi yang mengisyaratkan semangat perjuangan rakyat palestina, belum puas sampai disitu acara mencapai klimaksnya saat penampilan Izzatul Islam, penonton ikut berdiri semangat menyanyikan lagu “Intifadha” sekaligus penutup Sesi pertama acara itu.

[26 Desember 2006]

Senyum

Written by Sachdar Gunawan | Thursday, December 28, 2006 | , | 0 Comment »

Senyum tidak hanya sebuah ekspresi diri saja, tetapi juga ungkapan emosi dari seseorang, ketika kita senyum, banyak sel2 syaraf motorik yang bekerja, sehingga menstimulir oksigen mengalir ke otak kita, semakin sering kita senyum, semakin banyak oksigen yang dikumpulkan, bila otak kita memiliki banyak oksigen, ia akan bekerja lebih optimal, hati yang gundah akan terasa senang, dan akan memunculkan ide-ide segar bagi para pemikir. Bahkan ada suatu penelitian yang mengatakan senyum bisa membuat kita awet muda.

Bagi para pasangan, senyum bukan sekedar tanda mesra, tapi juga tanda sayang istri kepada suami, dan suami kepada istri, dan bisa menjadi jurus ampuh mempertahankan bahtera rumah tangga, ketika istri melakukan kesalahan dan suami menegur halus dengan dibarengi senyuman, betapa indah suasana itu.

Tatkala senyum ada pada saat kesusahan, tertimpa bencana, mendapat musibah, senyum tidak hanya sebagai tanda ketabahan saja, tapi juga sebagai tanda keimanan seseorang. Ia yakin apa yang terjadi pada saat itu adalah ujian yang diberikan oleh Sang Maha Pencipta untuk membuktikan keimanannya.

Senyum adalah sedekah yang paling mudah, mudah dilakukan dan tidak mengeluarkan biaya, senyumlah seikhlas hati, ada yang berkata ”senyuman dari hati, bisa jatuh ke hati” hehehe....silahkan teman2 mendefinisikannya sendiri. Senyum juga dapat mempererat persahabatan, melanggengkan hubungan, dan menjadi sikap awal mendapatkan teman.

Jadi, mari awali hari-hari kita dengan sebuah senyum, saat kita stress terhadap permasalahan yang dihadapi, senyumlah, minimal bisa meredakan hati yang sedang panas. Saat kita suntuk akan kemacetan, senyumlah, itu bisa menyamankan perasaan kita. Saat kita merasa tertekan akan kesibukan di tempat kerja, kampus, atau sekolah, senyumlah, itu bisa meringankan beban anda. Saat kita emosi karena di marahi atasan, dicaci maki teman, senyumlah, itu bisa menjadi obat pereda emosi, penenang jiwa, dan pelipur lara. Saat kita stag saat menulis, senyumlah, rangsang otak anda, insya allah anda akan lebih kreatif lagi.

[27 Desember 2006]

Lingkaran Setan Vs Kebaikan

Written by Sachdar Gunawan | Thursday, December 28, 2006 | , | 0 Comment »

Dengan segala yang ada pada diriku, aku berjalan ke semak penuh belukar, yang semuanya serba hitam berpekat, membuat ruang jalanku semain mengecil sehingga sulit sekali diri ini bernafas, aku terus berjalan kedepan tanpa berani menoleh ke belakang, karena banyak sekali burung pemangsa, dan hewan buas mengikutiku, kanan kiriku banyak mata yang sedang mengawasi seperti pandangan serigala yang siap menerkam, sungguh suasana saat itu penuh dengan kengerian, pikiranku mulai dihinggapi bayang-bayang buruk, sehingga seringkali membuat langkahku tersandung, gerakan atau suara aneh yang berasal dari sekitar, membuatku terkejut dan mempercepat langkahku, ingin rasanya segera keluar dari jalan yang gelap ini. Seperti itulah gambaran hidupku saat aku masuk ke dalam lingkaran setan.

Akan berbeda jika pilihan yang aku putuskan adalah kebaikan, semuanya serba terang, dan tujuannya jelas sekali, jannahMu, memang untuk menuju ke sana tidak mudah dan tidak sukar, terkadang berupa turunan dan seringkali tanjakan, dan ada jalan yang bercabang sehingga kita harus menentukan pilihan. Hanya bedanya cuaca selalu cerah, karena cahayaNya telah menerangi setiap hati yang mengingatNya, jalan yang kita anggap curam, menjadi mudah sekali, jalan yang kita anggap jauh, terasa dekat. Damai sekali hati ini, jalanku seperti tak berbeban, sesekali aku diam sejenak dan melihat ke sekeliling untuk menikmati pemandangan yang sangat indah, di atas burung-burung surga banyak sekali mengiringi perjalananku suaranya membuat suasana hatiku nyaman, karena ucapannya ialah tasbihnya kepada sang pencipta.

[14 November 2006]

Pahitnya Kehidupan

Written by Sachdar Gunawan | Thursday, December 28, 2006 | | 0 Comment »

Beberapa minggu lalu, 4 hari sebelum lebaran, aku menerima sms yang no nya belum aku kenal, ia menanyakan kabarku, lalu aku sms balik, dan menanyakan siapa. Balasan sms aku terima, ia adalah temanku, sebut saja dwi, aku pernah satu sekolah waktu sd dan smp. Lalu aku tanyakan juga keperluannya, karena sejak ia menikah satu tahunan lalu, jarang sekali aku berkomunikasi dengannya, ternyata ia sedang mengalami masalah, ia membutuhkan bantuanku untuk meminjamkan dana, tapi ketika aku tanyakan masalahnya apa, ia seperti menutupinya, mungkin menyangkut privacy, setahuku dwi tipe orang yang keras, dan memiliki ego yang tinggi. Saat itu aku tidak bisa memutuskan karena keuanganku juga terbatas, lagipula saat itu aku belum menerima salaryku bulan November. Esoknya ia menelponku kembali, dan menanyakan kepastiannya, selain itu ia juga berencana untuk menjual ginjalnya, hmm... aku pikir masalahnya cukup serius juga, karena sampai rela menjual ginjalnya, aku jadi teringat dengan salah satu materi saat aku melakukan i’tikaf di masjid baitul ‘ilmi Labschool Jakarta, dimana seorang anak sedang berdiri di pinggir jalan di daerah imam bonjol, dengan tulisan karton yang ia tempelkan didadanya, yang bertuliskan: ”jual ginjal untuk berobat ibu”. Sungguh pemandangan yang memilukan hati, seseorang akan melakukan pengorbanan apapun untuk kepentingan seseorang yang ia cintai, apalagi menyangkut nyawa. aku tidak sanggup membayangkan bila hal itu terjadi pada kehidupanku,. Ukh… akankah aku melakukan sesuatu seperti yang ia kerjakan? Hmm… butuh evaluasi lebih dalam mengenai hal ini. Kembali kepada pembahasan massalah dwi, Akhirnya aku putuskan untuk kasbon ke kantor sejumlah setengah dari dana yang ia butuhkan untuk meminjamkannya. Sengaja aku meminjamkannya setengah dari yang diinginkannya, agar temanku berusaha untuk mencari sendiri sisa kekurangannya, selain itu aku juga menasehatinya agar tidak melakukan hal bodoh, seperti menjual ginjal, karena menurutku itu hanya suatu ungkapan keputusasa’annya saja, ia belum berusaha keras mecari solusi yang terbaik atas permasalahan yang ia hadapi.

Pahitnya kehidupan mungkin suatu keharusan yang harus dirasakan oleh penduduk negeri ini, bisa jadi itu adalah suatu proses agar kehidupan kita kedepannya bisa lebih baik, karena hal itu bisa menjadi ladang belajar yang cukup efektif, tentunya bagi kita yang mau mengambil hikmahnya. Dengan keadaan itu kita terpaksa melakukan sesuatu yang belum pernah kita lakukan sebelumnya, kalau kita memiliki iman yang lemah, tidak peduli hal itu halal atau haram, merugikan orang lain atau tidak, sehingga timbul masalah sosial yang penyebabnya adalah kemiskinan tadi. Kemiskinan moral lebih parah ketimbang kemiskinan materi, maka pendekatan yang perlu dilakukan sebagai solusi pemberantasan kemiskinan ialah dari sisi moralnya terlebih dahulu, dengan begitu mereka akan sadar akan makna kehidupan, sehingga hidupnya akan cenderung optimis dan lebih giat lagi bekerja untuk meninggalkan kemiskinan materi.

Aku berharap dwi bisa berpikir dengan akal sehat, optimis dan bisa melewati ujian yang sedang menimpanya, karena dengan keputusannya untuk menjual ginjal menunjukkan klo ia memiliki mental lemah dan pengecut, aku tau belum genap satu tahun ia berumah tangga, mungkin ini adalah proses pembelajarannya agar ia dapat menjalani hidup ini dengan lebih tegar lagi, apalagi saat aku main kerumahnya aku melihat anaknya yang masih berusia 1 tahun, sungguh lucu ia, aku yakin anak itu bisa menjadi penyemangat temanku, bahwa ada hal yang harus diperjuangkan, dan tentunya dengan cara-cara yang tidak menyimpang.

[12 November 2006]

Saat Jiwaku Rapuh

Written by Sachdar Gunawan | Thursday, December 28, 2006 | | 0 Comment »

Seminggu yang lalu aku seperti tidak menikmati hari-hariku, fisikku bergerak tapi hatiku rapuh, semua yang kulakukan seperti tidak memuaskan hatiku, sungguh aku mengalami dilema yang berat, pikiranku melayang tidak fokus terhadap apa yang aku kerjakan, aku seperti sedang mencari sesuatu yang tidak dapat aku temukan, saat itu sisi buruk diriku mendominasi aktivitasku, sehingga yang aku lakukan adalah rutinitas yang tidak berpotensi, aku hanya membuang-buang waktuku, dan hal itu menjadi penyesalan buatku.

Saat jiwa rapuh, kita akan merasakan bahwa diri kita menjadi seperti orang lain, mudah terombang-ambing, seperti dedaunan yang terhempas angin malam, yang akan bergerak sesuai arah tiupan angin. Tidak ada pijakan kuat yang membuatku bertahan, sesekali aku berusaha berpegangan terhadap sesuatu, tapi sungguh aku terlena oleh sesuatu yang saat itu sedang menguasaiku

Aku coba kendalikan diriku, saat aku coba mengarahkan diriku kepada hal baik, aku tidak dapat konsentrasi sama sekali, semua yang aku lihat seperti tidak bermakna, tulisan yang kubaca, seperti mengecil sehingga membuat mataku cepat lelah, dan malas membacanya, tidurku tidak lagi senyaman sebelumnya, pikiranku terbang entah ketempat apa, yang kulihat hanya ruangan yang serba hitam dan menakutkan.

Ingin sekali aku membersihkan jiwa ini, dan keluar dari lingkaran yang membuat diriku stag. Sukar sekali rasanya, semuanya serba berat, usahaku bagai beban berat yang aku angkat, tapi tetap harus aku lakukan, aku bukanlah pemuda lemah yang hanya menikmati kesenangan diri seperti kaum hedonisme, aku bukan pecundang, aku harus menarik benang putih yang menghubungkanku dengan rabbku, semoga dengan benang itu aku bisa kian dekat denganNya dan melewati setiap kesulitan yang selama ini memisahkanku denganNya.

[11 November 2006]

Aku dan rencana Halal Bihalal SMP

Written by Sachdar Gunawan | Thursday, December 28, 2006 | | 0 Comment »

Sekilas mengenai tempat tinggalku, keluargaku tinggal di daerah kramatjati, sedangkan aku kos di Matraman, tidak jauh dari tempatku bekerja dan kampusku. Seminggu sekali aku pulang ke rumah, kadang kalau aktivitasku padat, bisa 1 bulan aku tidak pulang, sengaja aku kos karena untuk menghemat waktu dan tenaga, tentunya ini berkaitan erat dengan pengeluaranku, memang dari segi materi selisihnya tidak banyak, tapi dari sisi efesien dan efektif waktu juga tenaga sangat terasa, selepas kerja aku langsung ke kampus untuk melanjutkan studyku, jam 9 malam baru selesai, tenaga dan pikiranku sudah terkuras banyak, kalau aku harus pulang ke rumah berapa lama lagi waktu yang kugunakan, belum lagi fisikku terkuras saat menunggu kendaraan, dan dalam kendaraan, tapi bila aku langsung ketempat kos, semuanya lebih hemat.

Pagi ini aku dibangunkan oleh ibu, untuk membantu pekerjaannya di dapur, padahal mataku masih ingin memejamkan mata, tapi aku teringat kalau belum melaksanakan kewajibanku shalat subuh, akhirnya aku harus memaksakan diriku bangun, shalat, dan ke dapur untuk membantu pekerjaan ibuku

Setelah selesai aku teringat dengan rencanaku hari ini yaitu halal bihalal, aku harus memberi informasi kepada teman-temanku untuk acara halal bihalal alumni smp 150 tahun 1998 kelas 3.1. Selain itu aku juga harus mencuci pakaianku yang kotor dan mungkin sedikit mengerjakan pekerjaan rumah.

Saat ini juga aku sedang memikirkan hal-hal apa saja yang perlu dibahas untuk halal bihalal nanti, sebenarnya aku ingin membahas mengenai rencana kedepannya. Tapi aku tidak mau fokus kesana, karena dikhawatirkan teman-teman jadi pesimis, akibat sudah pusing oleh rencana-rencana yang masih maya. Jadi apa yang perlu dibahas? Aku pikir rencana jangka pendek saja yang dibahas, dan mengenai hal ini, saat buka puasa bersama ramadhan lalu, teman-teman sepakat untuk mengadakan arisan, dan aku pikir aku fokus kesini aja, membahas tekhnis dan administrasinya.

Ya, intinya aku ingin menyatukan mereka, aku ingin komunikasi antara kami tetap ada, dan aku ingin tali silaturahmi selalu terikat kuat, aku berharap teman-teman yang lain memiliki harapan yang sama denganku, aku ingin gebrakan awalku ini bisa memacu semangat teman-teman yang lain untuk bergerak, dan berusaha membantu agar harapan itu bisa terealisasi.

Semoga pada pertemuan sore nanti banyak teman-teman yang hadir, dan acara bisa berjalan sesuai rencana.

[5 November 2006]

Memei yang Luluh tapi tetap Tegar

Written by Sachdar Gunawan | Thursday, December 28, 2006 | | 0 Comment »

Dari tempat akh reza aku langsung menuju RS. Kramat 128 untuk menjenguk Memei, temanku yang berasal dari P. bangka. aku mengenalnya sejak 2 tahun lalu. Kondisi memei sejak akhir tahun 2005 lalu memang cukup memprihatinkan, karena saat itu ia memforsir dirinya untuk beraktivitas sehingga badannya drop, bahkan ia sempat divonis types oleh dokter, lalu demam berdarah, dan sekarang ia terkena fleks. Aku berharap memei bisa lekas sembuh sehingga bisa melanjutkan aktivitasnya sehingga bisa menggapai citanya.

Sedikit mengupas tentang kehidupannya, ia adalah sosok wanita tangguh yang memiliki ambisi besar mengenai citanya, demi itu semua, ia rela meninggalkan pekerjaannya sewaktu di bangka, padahal ia sudah nyaman dengan suasana kerjanya, akhirnya ia memutuskan untuk berkelana ke Jakarta, memang pekerjaan sudah ia dapatkan, hanya saja dengan ritme aktivitas yang padat, sehingga sedikit baginya untuk istirahat, bahkan beberapa kali ia jatuh sakit, seperti yang sudah aku ceritakan di atas, tapi hal itu tidak menyurutkannya, bahkan saat aku jenguk saat itu, ia masih optimis dengan apa yang sedang ia perjuangkan. Ia yakin benar bahwa untuk menggapai sesuatu harus ada yang dikorbankan, dan tentunya ia juga yakin bahwa semua pengorbanan itu ada imbalannya.

Aku di rumah sakit hingga pukul 20.30, sengaja aku menunggu sampai bunda datang, bunda adalah panggilanku kepada Ibu Memei, sekalian silaturahmi setelah terakhir bertemu akhir Juli lalu ketika Bunda dirawat di rumah sakit ini. Bunda memang salah satu pasien di sini, dengan fasilitas yang ia dapat dari perusahaan tempat ia bekerja [sebut saja PT Timah, yang merupakan perusahaan besar di P. Bangka] setiap kali bunda sakit yang tidak ringan, ia selalu ke Jakarta, tentunya ke tempat ini, dan Memei juga mendapatkan fasilitas yang sama ketika ia sakit.

Tidak lama kemudian Bunda datang bersama menantunya [Suami dari Kakak Memei] yang baru saja turun dari kapal, karena pekerjaannya di lepas pantai. Kami mengobrol menanyakan kabar masing-masing, setelah cukup lama, aku pamit dan langsung kembali ke tempat kosku untuk mengambil pakaian kotorku dan beberapa perlengkapan yang aku butuhkan, lalu meninggalkan tempat kosku menuju rumah.

[5 November 2006]



Halal Bihalal di rumah Akh Reza

Written by Sachdar Gunawan | Thursday, December 28, 2006 | | 0 Comment »

Sabtu kemarin, setelah shalat subuh aku tertidur lagi, dan sekitar pukul 08.30 aku bangun, karena pukul 10.00 nanti ada undangan halal bihalal di tempat akh reza, seperti biasa setelah bangun tidur aku langsung mandi, dan menyiapkan pakaian yang akan aku kenakan. Pukul 09.00 aku siap berangkat dengan tujuan tempat tinggal akh reza di daerah kebayoran lama, mudah-mudahan aku masih ingat jalan masuk ke tempatnya. Aku tiba di sana sekitar pukul 10.15, telat 15 menit tidak sesuai rencanaku, tapi aku maklumkan karena tadi cukup lama aku menunggu patas 213, dan di daerah yang tidak jauh dari tempat akh reza angkot M09 yang aku naiki terkena macet.

Sesampai di rumahnya aku langsung menekan bel, dan tidak lama akh reza keluar dari dalam rumah, aku pun mengucapkan salam dan berpelukan, sambil pipi kami bergantian bersentuhan, damai sekali hatiku saat itu, rinduku akhirnya terobati, karena sejak sepuluh hari terakhir Ramadhan, kami tidak bertemu dikarenakan harus I’tikaf, aku rindu tausiyahnya, aku rindu candanya, aku rindu saat ruhiyahku bergetar ketika ia menjelaskan perkara akhirat. setelah itu aku diajaknya masuk, di dalam sudah ada 2 orang [ lutfi dan halim] aku baru melihat mereka, mungkin mereka adalah teman-temannya akh reza, atau mungkin mereka adalah anak didikan akh reza, karena setahuku acara halal bihalal ini adalah gabungan beberapa holaqoh asuhan akh reza.

Tadinya aku pikir akan banyak yang hadir, tapi ternyata hanya 3 orang, mungkin teman-teman yang lain masih ada di kampung, atau juga mungkin mereka sedang sibuk. Tapi itu tidak menjadi soal, karena toh silaturahmi tetap terjalin. Kami mengobrol tentang pengalaman lebaran kemarin, akh reza sejak lebaran pertama hanya di Jakarta saja, sedangkan Lutfi mudik ke Bogor ke daerah curug nangka, Halim lebaran ke tiga mudik ke Semarang ke daerah Simpang lima, dan aku sendiri lebaran pertama dan kedua ke Bogor. Pembicaraan meluas keseputar lingkungan dakwah dan rencana ke depan.

Setelah adzan dzuhur, kami shalat berjamaah di masjid terdekat, setelah itu makan siang. Akh reza adalah murrabbiku, guru spiritualku di kampus, walaupun usianya muda [kelahiran 1983] tapi ilmu dan pengalaman spiritualnya cukup luas, aktivitasnya selain kuliah di Univeritas Islam yang cukup terkenal di Jakarta, ia juga aktif di organisasi pergerakan mahasiswa muslim esternal kampus, dan menjadi pengurus salah satu cabang partai Islam yang memiliki massa cukup besar di Indonesia saat itu, Selain itu ia mengasuh beberapa Holaqoh, terkadang di sela-sela kesibukannya, ia di undang oleh beberapa instansi, ROHIS kampus, ataupun organisasi ekstra kampus untuk menjadi pembicara.

Setelah makan siang, kami berbincang-bincang sebentar lalu kami bertiga pamit pulang. Silaturahmi singkat itu sungguh berkesan buatku, aku sadar ternyata banyak muslim tangguh seperti mereka, terasa diri ini jauh di atas mereka, pengalaman spiritual mereka jauh di atasku, mungkin mereka juga pernah mengalami masa-masa sepertiku, semoga bisa menjadi motivasiku untuk lebih giat lagi mengkaji agama.

Satu hal lagi yang membuatku terkesan saat akh reza bercerita mengenai pengalamannya ketika di undang berdiskusi bersama anggota partai beraliran kiri, katakanlah partai ”B” saat itu ia tidak menyangka akan dipertemukan oleh temannya kepada ketua umum partai itu, yang sangat membenci sekali partai islam, padahal mereka sendiri orang islam, pemikiran-pemikiran komunis ada pada doktrin mereka, dengan menggebu-gebu mereka menyumpahi partai islam yang mereka anggap telah menghambat aktivitas mereka, padahal akh reza adalah salah satu bagian dari partai islam yang mereka benci itu [ teman akh reza dan para pemimpin partai itu tidak mengetahui] dengan gaya detektifnya ia menimpali perkataan-perkataan mereka, rasa was-was, takut dicurigai membayanginya, tapi dengan kemampuan intelijennya ia dapat mengatasi semua itu. Hahaha.,.. ceritanya membuat aku tertawa geli, membayangkan kalau saja akh reza saat itu terbongkar identitasnya,... bahkan untuk shalat saja, ia berpura-pura untuk ke belakang. Salut untuk akh reza.

[4 November 2006]

Bayangan Penyesalan seorang pendosa

Written by Sachdar Gunawan | Thursday, December 28, 2006 | , | 0 Comment »

Hingga kini ku tak tau aku siapa, aku hidup untuk siapa, yang pasti hidupku mengalir sesuai keinginanku, tapi aku tidak pernah puas akan hal itu, dibenakku hanyalah menginginkan kesenangan, kesenangan yang hanya mengikuti hawa nafsuku, sebenarnya aku lelah, aku merasa seperti budak diriku sendiri, di saat yang lain aku memasang topeng diri hanya supaya dinilai baik oleh lainnya, aku tau diri ini munafik, banyak kebohongan yang terjadi, dan aku sering tertipu. Aku muak, aku ingin lari dari ini, tapi aku bukan pengecut, aku juga tidak mau dibilang pecundang, aku hanya tidak jujur pada diriku sendiri, akhirnya aku berlari ketepian atas, hampir saja aku terjatuh, tapi sepertinya penciptaku masih menyayangiku, aku sadar itu, aku teriak sekencang kemampuanku, sampai suaraku seperti ingin pecah. Kusut sekali diriku saat itu, jalankupun tidak sempurna, badanku lelah tak bertenaga, aku tidak dapat berpikir apa-apa, tiba-tiba aku terjatuh dan tak sadarkan diri.

Dalam kegelapan aku kebingungan berada di mana, aku takut sekali, yang kulihat hanya setitik cahaya putih berada di depanku, dan dari arah yang sama terdengar suara ‘ikuti aku... ‘, seperti terhipnotis aku dekati sumber cahaya itu, dan suara itu terus terdengar, semakin lama semakin jauh, dan menghilang. Aku merasakan kesepian, aku terus berjalan menuju cahaya itu, semakin jauh ku melangkah semakin mengecil titik itu, pesimis mulai melandaku, resah, gelisah mulai menyelimuti pikiranku, apakah harapanku seperti titik itu, apakah harapanku tipis. Dengan diiringi isak tangis aku berdoa kepada penciptaku, aku memohon kesempatan kepadaNya, aku meminta waktu untuk memperbaiki kealfaanku, air mataku membasahi tanah tampatku bersujud, bahkan tangan dan kakiku merasakan hangatnya air mataku. Tidak lama kemudian aku tersadar, aku terbangun dalam terang yang sangat. Ku sadari aku berada dalam kamar tidurku, aku seperti mendapat energi baru, kakiku terasa ingin berlari, dan pikiranku terasa jernih, apa yang terjadi padaku, aku hanya teringat akan dosaku yang telah lalu, dan sudah kewajibanku menebus smua kesalahanku. Rupanya aku telah dirawat oleh keluargaku, satu minggu sudah aku tertidur, ternyata masih ada yang peduli terhadapku, keluarga yang dulu kuanggap telah mengecewakanku ternyata masih menyayangiku, air mataku mengalir, aku hanya bersyukur kepada penciptaku, aku telah diberikan kesempatan olehNya, dan aku harus memanfaatkan kesempatan ini untuk memperbaiki hidupku yang telah hancur oleh diriku sendiri.

[30 Oktober 2006]

Transformasi Diri

Written by Sachdar Gunawan | Thursday, December 28, 2006 | | 0 Comment »

Kehampaan kini merasuki, tanpa sedikitpun memberikan kesempatan kepadaku untuk menutupi lubang yang telah kubuat, tiada ungkapan kasih yang menyemangatiku untuk senantiasa mendirikan singgasana hatiku, rasa bosan, pesimis menjadi sahabatku kini, tiada harapan positif yang dapat mengobati hati ini.

Kucoba tenangkan hati, mendinginkan kepala yang panasnya seakan membuat kepalaku hampir meledak, walau terlihat sehat, fisikku lemah tak berdaya, semuanya karena jiwaku yang sedang rapuh, kekecewaan terhadap diri ini merobek-robek cita dan anganku, apakah harus selalu mengikuti nafsuku, karena hal itu yang membuat keadaanku seakan jatuh dari gunung tertinggi.

Musuh besarku adalah diriku sendiri, bahkan ramadhan kemarin belum bisa menahan hasratku untuk menurutinya, terlalu kuatkah musuhku? Atau karena memang jiwaku yang lemah? Saat ini aku ingin lepas dari itu, menghadapi musuhku yang tidak akan pernah berhenti melawanku, diri ini seolah-olah kuat tapi lemah, iman ini seperti makhluk besar yang siap memberantas musuh tapi sebenarnya hanya makhluk kecil yang tidak berdaya. Ya Rabb, aku memohon kekuatanMu, aku memohon kemudahan dari Mu, seringkali do’a ini aku kumandangkan, tapi terkadang hatiku justru berpihak kepada musuhku, aku seperti memainkan Tuhanku sendiri, aku seperti anak kecil yang bermain-main, aku seperti anak kecil yang tidak mengerti apa yang sedang kulakukan, apa yang akan kulakukan, dan untuk apa aku lakukan, aku melakukan apa saja yang membuat musuhku tertawa kegirangan menyoraki kelemahanku.

Tapi kini aku harus kuat, kekalahan-kekalahan sudah cukup membuat diriku belajar untuk menjadi kuat, sorakan dan ejekan musuhku sudah cukup membakar semangatku, aku harus bangkit, aku bukanlah jiwa yang lemah, aku bukanlah fisik yang tidak berdaya, aku punya iman, aku punya Rabb, aku punya kewajiban terhadap Rabbku, aku punya tugas khusus dari Rabbku, dan aku sudah diberikan berbagai kenikmatan sebagai alat perangku.

Dengan Izin-Mu yang Allah, aku siap merubah diriku yang lemah, menjadi insan yang senantiasa bertakwa kepadaMu. Amin.

[29 Oktober 2006]

Bagaimana Aku memandang diri ?

Written by Sachdar Gunawan | Thursday, December 28, 2006 | , | 0 Comment »

Mungkin pertanyaan di atas sangatlah tepat ditanyakan kepada diriku saat ini untuk mengisi kekosongan waktuku, karena jarang sekali aku berkomunikasi dengan diri sendiri, setelah sekian lama asyik dengan aktivitas duniawiku. Terkadang aku sangat bangga sekali dengan diriku, kondisiku di rumah, di tempat kerja, di Kampus, di organisasi yang aku ikuti, dan hubunganku dengan teman-teman, semuanya menjadi alasan itu.

Tetapi disaat yang lain, ketika aku sedang bercermin, aku merasa malu sendiri aku seperti buah yang terlihat bagus dari luar, tapi busuk di dalam. Aku selalu memoles apa yang dilihat orang dengan kebaikan, tapi sejujurnya aku malu dengan diriku sendiri, aku bukan apa-apa, aku hanyalah manusia yang seringkali menuruti nafsunya sendiri, aku merasa hina kepada diriku sendiri, dan merasa nista dihadapanMu sang Khalik.

Aku selalu berusaha menjalankan ibadah kepadaMu, tapi apakah itu bisa menjadikan alasan kalau aku adalah orang yang sholeh, apakah itu yang membuat diriku bangga… hanya kejujuran diriku yang dapat menjawab semua itu.

Seringkali aku beristighfar,… aku berdo’a agar segala ibadah yang kulakukan tidak semata-mata hanya agar diliat baik oleh orang lain, tapi untuk mengharapkan Ridla dariMu yaa Allah. aku bukanlah manusia sempurna yang lepas dari kesalahan, aku bukanlah manusia instant yang tiba-tiba menjadi sholeh, aku hanya manusia fana yang berusaha untuk menjadi manusia sholeh, maka dari itu aku mohon dihilangkan hal-hal kotor yang ada pada diriku, sehingga aku bisa menerima hidayahMu.

Aku seringkali juga memandang rendah diriku, aku tau itu bukanlah sikap yang baik, karena secara tidak langsung aku memandang rendahMu, aku berusaha untuk menghilangkan sikap itu. Terkadang juga aku suka berprasangka buruk terhadapMu, aku tau itu salah, aku berusaha untuk memperbaikinya.

Aku merasa seorang konseptor yang baik, tapi aku bukan pelaksana yang baik, banyak rencana-rencana hidupku yang belum terlaksana. Banyak harapan-harapanku yang belum tergapai, banyak keinginanku yang terpending. Aku mengerti hidup ini adalah proses, dan kesuksesan adalah proses itu, maka dari itu aku menyadari kalau aku harus melewati proses itu, aku tau proses itu bukanlah jalan lurus tanpa rintangan, aku tau proses itu tidak seperti sungai tanpa bebatuan dan air terjun, aku juga tau proses itu tidak seperti jalanan tanpa lembah dan gunung, terkadang kita terjatuh dalam sekali, terkadang juga kita harus mendaki tinggi sekali.

Aku harus menjadi manusia yang optimis, berusaha untuk menjadi manusia yang baik, selalu berpikir positif, berusaha untuk menjadi orang bijak, senantiasa melakukan kebaikan dalam rangka beribadah kepadaMu, memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk hal-hal yang bermanfaat dan berguna untuk diri sendiri dan orang lain. selalu belajar kapanpun dan dimanapun. Selalu interopeksi diri, menjaga kesehatan, dan pandai mengatur waktu. Mulai memilah-milah aktivitas yang dibutuhkan, ramah kepada semua orang, dan selalu menyediakan waktu untuk istirahat dan mengingatMu.

[28 Oktober 2006]

Tentang Blogku

Written by Sachdar Gunawan | Thursday, December 28, 2006 | | 0 Comment »

Saat penatku tak terbias, suntuk membuat beku kreatifitasku, dan asa yang ingin berkelarian, serta keinginan mengenang aktivitasku, akhirnya terbuatlah blog ini, sederhana, ringkas dan ku usahakan menjadi berkesan.

Cukup lama sudah kurancang situs pribadi, tapi karena kealfaanku akan kesempurnaan, tidak rampung pula ku upload, sampai akhirnya kuberanikan membuat blog ini, aku tersadar kesempurnaan hanya ada padaMu, proseslah yang bisa membuat aku menjadi baik, bahkan yang terbaik. Harapanku, dapat memetik lebih banyak lagi buah yang sudah matang dari para blogger, sehingga menambah kreasiku untuk membuat blog ini lebih baik lagi.

Kucoba tuangkan catatan perjalanan hidupku, yang sebagian sudah lama kutulis, tapi baru saat ini ku upload. Aku juga coba ekspresikan emosiku ketika menghadapi segala skenarioMu, membuat resume kejadian disekitarku, baik berupa artikel ataupun cerita.

Semoga dapat menjadi cermin bagi diriku dan bisa bermanfaat untuk para pembaca.

About Me...

Written by Sachdar Gunawan | Friday, December 22, 2006 | | 1 Comment »

Aku adalah aku yang dhoif, yang selalu berusaha melawan diri sendiri untuk melepaskan rantai belenggu menuju kepada cahayaMu, tiada yang penting dari siapa aku, tapi apa yang telah aku lakukan, belum banyak yang terukir dari goresan tintaku, belum terlihat pelangi warna yang kuhasilkan, semoga bisa menjadi alasanku untuk lebih mewarnai hidup ini.

Di Jakarta ku terlahir saat 5 september 1982, andai bisa menawar atas kejadianku, ku kan meminta yang terbaik atas diriku, tapi mungkin Penciptaku sengaja membuatku seperti ini agar aku berusaha menjadi khoiru ummah. Aku memohon lindunganMu atas segala keangkaramurkaan dan kenistaan dunia fana ini. Karena ku takut akan azab dan siksaMu.

Aku berusaha menstandarisasikan diriku pada teman-teman solehku, dan bersikap bijak pada mereka yang jauh dari hidayahMu, semoga tidak menjadi ria atas segala sikapku, ku hanya berharap kembali kepada fitrahku sebagai abdiMu

Terkadang imanku tergerogoti oleh diriku sendiri, jatuhku telak sekali, tapi aku selalu berusaha agar jatuhku tertahan sehingga pedih tidak terlalu kurasakan. Akhirnya Kuberharap bimbingan siapapun menuju kepada kebaikan ruhiyahku kepadaNya, hingga ku berkata tegurlah aku.

I was dhoif me, always trying to fight myselfto release the chains toward the light, nothing is important than who I was, but what I have done, not a lot of scratches etched into tintaku, have not seen the rainbow colors that achieved, hopefully could be a reason for more color of this life.

I was born in Jakarta on 5 September 1982 when, if it could offer the kejadianku, my best not to ask for me, but maybe Penciptaku got me like this so I tried to khoiru ummah. I plead for all lindunganMu and contempt the ruthlessness of this mortal world. Because of my fear of punishment and torture from God.

I tried to standardize on good friends, and be wise for those far from guidance of God, may not be jolly for all my behavior, my only hope to return to my Fitrah as servant of God

Sometimes my faith is eaten by myself, my fall so badly, but I always tried to hold my fall so I feel less pain. Finally I hope guidance to the generosity from anyone, until I said I'd admonish me.