Ayahku Menikah Lagi?

Written by Sachdar Gunawan | Monday, April 02, 2007 | | 0 Comment »

Bagaimana perasaan kita jika ternyata ayah kita menikah lagi, bagaimana jika ayah kita menikah tanpa sepengetahuan keluarga, bagaimana jika ada wanita yang mengaku sebagai istri ayah kita, menghubungi kita dengan maksud meneror, bagaimana jika ayah kita tiba-tiba jarang pulang, dengan alasan sibuk bekerja di kantor, bagaimana jika tiba-tiba sikap ayah kita menjadi baik dan perhatian kepada kita, walaupun dengan kompensasi harus rela ia tidak pulang ke rumah. Bagaimana jika pertanyaan-pertanyaan itu terjadi pada diri kita?

Aku berharap pertanyaan itu tidak pernah ada dalam benak ini, tapi pada kenyataannya, temanku memiliki pertanyaan itu semua. Saat ini ia cemas dengan keutuhan keluarganya. Ia cemas karena kondisi keluarganya saat ini tidak seharmonis dulu, ia cemas dengan kondisi ibunya yang seringkali terlihat termenung seorang diri, ia cemas bila nanti, kedua adiknya mengetahui kalau ayahnya menikah lagi. Hal lain yang membuat ia cemas adalah mengenai sikap yang harus ia ambil. Sebagai kakak, ia memang memiliki tanggung jawab yang lebih dibanding adik-adiknya, dan hal itu yang membuat ia selalu berpikir dengan dampak terburuk yang mungkin terjadi pada keluarganya nanti.

Ia bimbang harus melakukan apa, apakah ia harus menanyakan secara langsung perihal rumor bahwa ayahnya menikah lagi, atau pura-pura tidak tahu mengenai hal itu, dengan alasan, yang penting saat ini ia dan adik-adiknya bisa terus melanjutkan sekolah. Dilain hal, ia harus berusaha menutupi rumor itu terhadap adik-adiknya. Tapi, saat ini adiknya yang kedua sudah mengetahui hal itu, nasi sudah menjadi bubur, ia hanya bisa menjelaskan kepada adiknya, bahwa semua itu belum tentu benar, karena memang belum ada bukti yang kuat. Kalaupun nantinya terbukti bahwa ayahnya menikah lagi, ia mengatakan bahwa kita [keluarganya] harus ikhlas menerimanya.

Lingkungan keluarganya tidak seakrab dulu, anggota keluarga mulai tersenyum, tapi senyuman hambar, senyuman terpaksa yang hanya dilakukan untuk menghibur hati. Semuanya serba kaku, seperti halnya lukisan yang dulu berwarna-warni, kini menjadi pudar hanya karena ada noda yang membekas di permukaan kanvas. Ia berusaha untuk membuat suasana menjadi nyaman, tapi menurutnya semua itu sia-sia, karena noda yang membekas terlalu kuat dan dalam menutupi pesona warna di kanvas itu. Saat kondisinya seperti itu, terdengar suara dari ponselku, tanda sms masuk……. Rupanya ia mengeluh terhadap keadaan keluarganya, ia memohon kepadaku untuk memberinya semangat.

Beberapa detik kemudian, aku sms balik ke nonya. Aku kirim pesan yang isinya “SEMANGAT….100x” …. Hahahah….. aku tahu jawaban itu konyol, dan mungkin malahan membuat dirinya semakin sedih, atau sebaliknya, akan muncul senyuman lebar dari wajahnya. Ternyata perkiraanku yang kedua benar, ia merasa terhibur sejenak.

Sebagai seorang anak, sudah sepantasnya ia berbakti kepada kedua orangtuanya, termasuk ayahnya. Ia tidak perlu menanyakan langsung kepada ayahnya, mengenai rumor yang ia dengar, karena bisa jadi, justru akan memperkeruh keadaan. Biarlah ibu dan ayahnya yang menyelesaikan itu semua. Tidak cukup sampai disitu, ia harus menghibur ibunya ketika sedih, ia juga harus selalu mendampingi adik-adiknya agar tidak melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, hanya karena kecewa dengan sikap orangtuanya [ayah] yang kurang baik. Ia harus menjadi penggembira suasana, ia harus menjadi penyemarak keceriaan.

Semoga dengan sikapnya yang seperti itu, adik-adiknya bisa tetap menghargai dan mengormati ayah mereka, ibunya juga tetap setia mendampingi suaminya, sehingga membuat sang ayah menjadi sadar, bahwa anak dan istrinya sangat menyayanginya, dengan harapan, keakraban dan keharmonisan dalam keluarganya, dapat kembali seperti dulu lagi. Amin.

0 Comment