Ketika peluh dan kesah membebani dirinya, ia rebahkan tubuhnya yang lelah ke atas sofa yang ada di depan teras rumahnya, ia luruskan kakinya, menenangkan pikirannya sambil memejamkan mata menuju tempat kedamaian, menurut buku psikologi yang pernah dibaca, tempat kedamaian yang dimaksud ialah tempat indah yang pernah atau ingin kita kunjungi. Dengan begitu, fantasi positif akan menstimulir otak kita menjadi fresh, dan meregangkan urat-urat otak yang tegang, dan secara tidak langsung pikiran-pikiran negatif akan tersingkir.
Ketika konsentrasinya sedang fokus pada tempat kedamaian, tiba-tiba ponsel dari dalam tasnya berbunyi, “totolilet….totolilet……” tanda ada panggilan masuk,., ia pun segera membuka tasnya dan mengambil ponselnya. Lalu terjadi percakapan singkat;
“assalamu’alaikum” ucapan salam darinya.
“wa’alaikumussalam” jawab orang di seberang sana.
“endah, apa kabar?”
“alhamdulillah, baik. Ini siska kan?” Tanya nya.
“iya! Eh loe udah tau belum, klo Anida masuk rumah sakit?” Tanya kawannya, yang ternyata bernama Siska.
“anida masuk rumah sakit?”jawabnya keheranan. “kapan? Dimana? Sakit apa?” tanyanya lagi.
“3 hari yang lalu, di rumah sakit pertamina, dia kena demam berdarah, gimana sih! Bukannya anida temen deket loe?” ujar siska.
“ii..iya sih!” jawabnya sambil terbata-bata.” Trus loe udah jenguk?” Tanyanya
“belum tuh! Bareng yuk,. Besok!” ujar siska
“hmm… iya bareng aja!, tapi setelah gw pulang magang ya! Sekitar jam 1, gmn?” ujarnya
“ok, nanti kita ketemu di atrium aja ya!” ujar siska
“sip, sampe ketemu besok! Eh,. Makasih ya infonya!” ujarnya
“sama-sama, udah dulu ya! Wassalamu’alaikum” ujar siska, sambil menutup pembicaraan
“wa’alaikumussalam” jawabnya sambil mengakhiri pembicaraan, lalu menaruh kembali ponselnya ke dalam tas.
kemudian ia membersihkan dirinya, setelah lelah beraktivitas. Endah adalah mahasiswi di poltek kesehatan II Jakarta selatan, ia mengambil spesialisasi radiology, dan 1 bulan ini, ia sedang magang di RS. Gatot Subroto Jakarta Pusat.
Menjelang tidur ia teringat kembali dengan teman dekatnya,anida, yang sedang dirawat di rumah sakit, terkahir ia bertemu dengan anida, 2 bulan lalu, itupun diakhiri dengan pertengkaran kecil, hanya karena masalah yang sebenarnya ringan. Ia tidak setuju dengan keputusan anida untuk menjalin hubungan dengan seorang cowo, yang ia tahu cowo itu adalah cowo berengsek. Cowo itu adalah seorang playboy yang suka mempermainkan perasaan cewe. Sedangkan anida bersikeras dengan keputusannya, mungkin karena memang, sudah sangat menyukai cowo itu. Akhirnya pertengkaran kecilpun terjadi. Sejak itu mereka tidak pernah bertegur sapa lagi, padahal mereka adalah 2 orang sahabat yang sangat kompak. Bila ada endah, pasti ada siska, dan sebaliknya.
Esok ia ingin menjenguk anida, sekaligus meminta maaf atas sikapnya yang lalu, ia berharap dapat memperbaiki hubungan yang sudah renggang dan menjadi sahabatan lagi.
“ya, semoga anida mau memaafkanku! Sehingga bisa memperingan sakit yang dideritanya” ujarnya.
Keesokan harinya, ia bangun seperti biasa, sehabis shalat subuh, ia membersihkan diri, dan menyiapkan perlengkapan untuk magang. Tapi memang sejak semalam, hujan tidak reda juga, malahan intensitasnya semakin tinggi, sehingga ia jadi ragu-ragu untuk berangkat magang. Dan semakin siang, hujan semakin deras, bahkan air hujan mulai masuk ke dalam rumahnya. Hal itu membuat panik ia dan keluarga, mereka berusaha menghambat masuknya air, tapi karena derasnya hujan, air hujan yang masuk tidak terbendung, akhirnya mereka hanya mengamankan peralatan elektronik, seperti televise, radio, dan vcd dan speaker aktif. Serta beberapa peralatan lain yang bisa mereka selamatkan.
Dalam kondisi panik itu, ponselnya yang diletakkan di atas tempat tidurnya berbunyi “totolite,..totolite,…” tanda panggilan masuk. Lalu ia segera ke kamar untuk mengambil ponsel, dan menerima panggilan ponsel. Lalu terjadi percakapan;
“ndah, ini siska! Ada berita duka” ujar siska
“berita duka? Maksudnya apa sis?” Tanya nya
“hhh… anida,….hk,.hk….anida…hk.hk..hk” jawab siska, sambil terbata-bata, sambil menahan tangis.
“anida kenapa sis? “ Tanya nya penasaran.
“anida udah meninggal…. hk..hk..hk..”jawab siska, sambil melepaskan tangisnya
“jangan becanda sis, serius loe?” Tanya nya.
“hk..hk…serius ndah! Tadi pagi, gw di telepon sama ayahnya, katanya jam 8 tadi anida meninggal” jawab siska.
“innalillahi wa’ina ilaihi raji’un” endah terdiam sejenak, dan masih tidak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya.
“ndah? Endah? Loe masih disitu?” Tanya siska, karena hampir 3 menit endah terdiam.
“hk,.hk,.. “ kali ini, gantian endah yang menangis.
“kenapa anida harus pergi duluan? Gw kan belum minta maaf sama dia!hk..hk..” ujarnya
“ohya! Kata ayahnya juga, klo ujan udah reda, jam 2 nanti anida mau di makamin di TPU belakang rumahnya” ujar siska.
“hkhk,….makasih ya sis, atas infonya! Gw mau ngeliat anida untuk yang terakhir kalinya.” Ujar endah.
Percakapanpun berakhir, ditengah banjir yang melanda rumahnya, endahpun terhanyut dalam banjir air matanya, ia masih duduk terpojok di sudut kamarnya, sambil menahan tangisnya, padahal air sudah masuk ke dalam kamar, setinggi mata kakinya. Tidak lama kemudian, ibunya memanggil dari luar kamar.
“ndah, lagi ngapain sih? Ko’ lama banget? Bantuin ibu angkat mesin cuci nih!” ujar sang ibu.
“oh,… iya bu! endah kesitu!” jawab endah, sambil mengelap air mata dengan bajunya.
Kemudian endah dan keluarganya masih terus sibuk, mengamankan perlengkapan rumahnya, tidak berapa lama kemudian, listrik mati, dan itu menambah panik mereka!
Untungnya, sekitar pukul 11 siang, hujan berhenti, dan endah mulai membereskan apapun yang bisa dibereskan. Setelah itu ia lihat keadaan di sekitar rumahnya, air sudah setinggi lutut orang dewasa. tapi dari kejauhan ia melihat angkot merah, yang sedang membawa penumpang. Memang jalanan untuk angkot itu, posisinya agak tinggi, sehingga aman dari banjir. Setelah itu endah meniatkan dirinya untuk keluar rumah menuju kediaman anida di daerah Jakarta selatan, setelah pamit kepada keluarganya ia bergegas keluar rumah.
Walaupun dengan bersusah payah, akhirnya ia bisa melewati air yang belum surut juga. Lalu iapun menaiki angkot merah yang kebetulan saat itu lewat. Dalam perjalanan keluar perumahan, angkot yang ia tumpangi bisa jalan dengan aman, walaupun harus melewati beberapa jalan yang tergenang air.
Setelah keluar dari perumahan harapan indah, bekasi itu, angkot melaju menuju pulo gadung, tapi nampaknya jalan agak terhambat, karena terlihat antrian jalan yang sangat panjang. Endah setengah putus asa, ia khawatir tidak bisa sampai Jakarta selatan sebelum jam 2, padahal saat itu, waktu sudah menunjukkan jam 12. dengan bersabar, ia tetap duduk di angkot dan berharap agar jalan bisa lancar lagi.
Tidak lama kemudian, akhirnya ia mulai mendekati pulogadung, tapi, saat itu terlihat banyak sekali polisi, dan banyak juga mobil yang memutar balik, setelah mulai mendekat, ternyata jalan sudah diblokir, karena air setinggi perut orang dewasa sudah menggenangi jalan menuju pulo gadung. Hal itu membuat endah semakin panik , apalagi waktu sudah menunjukkan jam 2 siang, berarti anida sudah mulai dikuburkan. Dengan perasaan putus asa, ia bertanya-tanya kepada polisi yang sedang berjaga-jaga. Ia menanyakan apakah ada jalan lain untuk sampai ke pulo gadung. Memang ada jalan memutar, tapi cukup jauh, tidak hanya itu, jalan besar menuju Jakarta selatan juga saat itu banyak yang tidak bisa dilewati, karena tergenang air.
Endah, semakin panik dan putus asa, dalam situasi itu ia hanya bisa duduk diam, sambil memaki kesal dirinya! Ia hanya ingin melihat anida untuk yang terahir kalinya, ia akan merasa menyesal sekali jika belum melihatnya. Di tengah kemelut hatinya, tiba-tiba ponselnya berbunyi, setelah dilihat ternyata itu panggilan dari bapaknya.
“assalamu’alaikum” ucap salam sang bapak
wa’alaikumussalam” jawab endah
“kmu udah sampai mana ndah?” Tanya bapaknya
“udah deket ke pulo gadung! Tapi sekarang balik arah lagi nih, soalnya jalan ga bisa dilewatin” jawab endah
“ya udah, kamu pulang aja ya! Ibumu kena musibah” ujar sang bapak
“musibah apa pak?” Tanya endah penasaran
“tadi, sewaktu mau naik ke lantai atas, ibumu terpeleset dan jatuh, kepalanya terbentur dinding” jelas sang bapak.
“masya allah, hari ini ko’ musibah tidak habis-habisnya ya! Ya udah endah langsung pulang aja” ujarnya
“ati-ati yang ndah, assalamu’alaikum” ujar sang bapak
“iya! wa’alaikumussalam” jawab endah, sambil mengakhiri pembicaraan.
Dalam perjalanan ke rumahnya, ia hanya bisa diam termenung, sambil menyesali dirinya, ia menyesal tidak bisa bertemu dengan anida, ia menyesal belum sempat mengucapkan maaf kepada anida, ia menyesal kenapa saat itu harus bertengkar dengan anida. Di sisi lain, ia juga bersedih karena ibunya mendapat kecelakaan kecil. Betapa hatinya sangat luluh saat itu, ia sama sekali shock dengan kejadian-kejadian itu.
Hampir 2 hari ia berdiam diri, termenung dalam penyesalan yang sangat, ia hidup, tapi jiwanya mati. Sampai suatu ketika saat 3 hari kepergian anida, ia dan teman-temannya yang lain, datang mengunjungi rumah anida, karena memang saat itu sedang ada acara pengajian. Sejak itu ia sadar, bahwa teman akrabnya itu sudah tiada, tidak ada yang bisa ia lakukan kecuali mendo’akan untuk kebaikannya. Ia berharap, anida mendengar niat baiknya untuk meminta maaf.
Akhirnya, sejak itu ia mulai bisa tersenyum, memulai hari-harinya dengan nuansa semangat dan riang seperti dulu. Pengalaman berharga itu tidak akan ia lupakan selamanya, ia menyadari pentingnya sebuah persahabatan, ia mulai mengerti, mementingkan ego tidak akan menyelesaikan permasalahan.
Ketika konsentrasinya sedang fokus pada tempat kedamaian, tiba-tiba ponsel dari dalam tasnya berbunyi, “totolilet….totolilet……” tanda ada panggilan masuk,., ia pun segera membuka tasnya dan mengambil ponselnya. Lalu terjadi percakapan singkat;
“assalamu’alaikum” ucapan salam darinya.
“wa’alaikumussalam” jawab orang di seberang sana.
“endah, apa kabar?”
“alhamdulillah, baik. Ini siska kan?” Tanya nya.
“iya! Eh loe udah tau belum, klo Anida masuk rumah sakit?” Tanya kawannya, yang ternyata bernama Siska.
“anida masuk rumah sakit?”jawabnya keheranan. “kapan? Dimana? Sakit apa?” tanyanya lagi.
“3 hari yang lalu, di rumah sakit pertamina, dia kena demam berdarah, gimana sih! Bukannya anida temen deket loe?” ujar siska.
“ii..iya sih!” jawabnya sambil terbata-bata.” Trus loe udah jenguk?” Tanyanya
“belum tuh! Bareng yuk,. Besok!” ujar siska
“hmm… iya bareng aja!, tapi setelah gw pulang magang ya! Sekitar jam 1, gmn?” ujarnya
“ok, nanti kita ketemu di atrium aja ya!” ujar siska
“sip, sampe ketemu besok! Eh,. Makasih ya infonya!” ujarnya
“sama-sama, udah dulu ya! Wassalamu’alaikum” ujar siska, sambil menutup pembicaraan
“wa’alaikumussalam” jawabnya sambil mengakhiri pembicaraan, lalu menaruh kembali ponselnya ke dalam tas.
kemudian ia membersihkan dirinya, setelah lelah beraktivitas. Endah adalah mahasiswi di poltek kesehatan II Jakarta selatan, ia mengambil spesialisasi radiology, dan 1 bulan ini, ia sedang magang di RS. Gatot Subroto Jakarta Pusat.
Menjelang tidur ia teringat kembali dengan teman dekatnya,anida, yang sedang dirawat di rumah sakit, terkahir ia bertemu dengan anida, 2 bulan lalu, itupun diakhiri dengan pertengkaran kecil, hanya karena masalah yang sebenarnya ringan. Ia tidak setuju dengan keputusan anida untuk menjalin hubungan dengan seorang cowo, yang ia tahu cowo itu adalah cowo berengsek. Cowo itu adalah seorang playboy yang suka mempermainkan perasaan cewe. Sedangkan anida bersikeras dengan keputusannya, mungkin karena memang, sudah sangat menyukai cowo itu. Akhirnya pertengkaran kecilpun terjadi. Sejak itu mereka tidak pernah bertegur sapa lagi, padahal mereka adalah 2 orang sahabat yang sangat kompak. Bila ada endah, pasti ada siska, dan sebaliknya.
Esok ia ingin menjenguk anida, sekaligus meminta maaf atas sikapnya yang lalu, ia berharap dapat memperbaiki hubungan yang sudah renggang dan menjadi sahabatan lagi.
“ya, semoga anida mau memaafkanku! Sehingga bisa memperingan sakit yang dideritanya” ujarnya.
Keesokan harinya, ia bangun seperti biasa, sehabis shalat subuh, ia membersihkan diri, dan menyiapkan perlengkapan untuk magang. Tapi memang sejak semalam, hujan tidak reda juga, malahan intensitasnya semakin tinggi, sehingga ia jadi ragu-ragu untuk berangkat magang. Dan semakin siang, hujan semakin deras, bahkan air hujan mulai masuk ke dalam rumahnya. Hal itu membuat panik ia dan keluarga, mereka berusaha menghambat masuknya air, tapi karena derasnya hujan, air hujan yang masuk tidak terbendung, akhirnya mereka hanya mengamankan peralatan elektronik, seperti televise, radio, dan vcd dan speaker aktif. Serta beberapa peralatan lain yang bisa mereka selamatkan.
Dalam kondisi panik itu, ponselnya yang diletakkan di atas tempat tidurnya berbunyi “totolite,..totolite,…” tanda panggilan masuk. Lalu ia segera ke kamar untuk mengambil ponsel, dan menerima panggilan ponsel. Lalu terjadi percakapan;
“ndah, ini siska! Ada berita duka” ujar siska
“berita duka? Maksudnya apa sis?” Tanya nya
“hhh… anida,….hk,.hk….anida…hk.hk..hk” jawab siska, sambil terbata-bata, sambil menahan tangis.
“anida kenapa sis? “ Tanya nya penasaran.
“anida udah meninggal…. hk..hk..hk..”jawab siska, sambil melepaskan tangisnya
“jangan becanda sis, serius loe?” Tanya nya.
“hk..hk…serius ndah! Tadi pagi, gw di telepon sama ayahnya, katanya jam 8 tadi anida meninggal” jawab siska.
“innalillahi wa’ina ilaihi raji’un” endah terdiam sejenak, dan masih tidak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya.
“ndah? Endah? Loe masih disitu?” Tanya siska, karena hampir 3 menit endah terdiam.
“hk,.hk,.. “ kali ini, gantian endah yang menangis.
“kenapa anida harus pergi duluan? Gw kan belum minta maaf sama dia!hk..hk..” ujarnya
“ohya! Kata ayahnya juga, klo ujan udah reda, jam 2 nanti anida mau di makamin di TPU belakang rumahnya” ujar siska.
“hkhk,….makasih ya sis, atas infonya! Gw mau ngeliat anida untuk yang terakhir kalinya.” Ujar endah.
Percakapanpun berakhir, ditengah banjir yang melanda rumahnya, endahpun terhanyut dalam banjir air matanya, ia masih duduk terpojok di sudut kamarnya, sambil menahan tangisnya, padahal air sudah masuk ke dalam kamar, setinggi mata kakinya. Tidak lama kemudian, ibunya memanggil dari luar kamar.
“ndah, lagi ngapain sih? Ko’ lama banget? Bantuin ibu angkat mesin cuci nih!” ujar sang ibu.
“oh,… iya bu! endah kesitu!” jawab endah, sambil mengelap air mata dengan bajunya.
Kemudian endah dan keluarganya masih terus sibuk, mengamankan perlengkapan rumahnya, tidak berapa lama kemudian, listrik mati, dan itu menambah panik mereka!
Untungnya, sekitar pukul 11 siang, hujan berhenti, dan endah mulai membereskan apapun yang bisa dibereskan. Setelah itu ia lihat keadaan di sekitar rumahnya, air sudah setinggi lutut orang dewasa. tapi dari kejauhan ia melihat angkot merah, yang sedang membawa penumpang. Memang jalanan untuk angkot itu, posisinya agak tinggi, sehingga aman dari banjir. Setelah itu endah meniatkan dirinya untuk keluar rumah menuju kediaman anida di daerah Jakarta selatan, setelah pamit kepada keluarganya ia bergegas keluar rumah.
Walaupun dengan bersusah payah, akhirnya ia bisa melewati air yang belum surut juga. Lalu iapun menaiki angkot merah yang kebetulan saat itu lewat. Dalam perjalanan keluar perumahan, angkot yang ia tumpangi bisa jalan dengan aman, walaupun harus melewati beberapa jalan yang tergenang air.
Setelah keluar dari perumahan harapan indah, bekasi itu, angkot melaju menuju pulo gadung, tapi nampaknya jalan agak terhambat, karena terlihat antrian jalan yang sangat panjang. Endah setengah putus asa, ia khawatir tidak bisa sampai Jakarta selatan sebelum jam 2, padahal saat itu, waktu sudah menunjukkan jam 12. dengan bersabar, ia tetap duduk di angkot dan berharap agar jalan bisa lancar lagi.
Tidak lama kemudian, akhirnya ia mulai mendekati pulogadung, tapi, saat itu terlihat banyak sekali polisi, dan banyak juga mobil yang memutar balik, setelah mulai mendekat, ternyata jalan sudah diblokir, karena air setinggi perut orang dewasa sudah menggenangi jalan menuju pulo gadung. Hal itu membuat endah semakin panik , apalagi waktu sudah menunjukkan jam 2 siang, berarti anida sudah mulai dikuburkan. Dengan perasaan putus asa, ia bertanya-tanya kepada polisi yang sedang berjaga-jaga. Ia menanyakan apakah ada jalan lain untuk sampai ke pulo gadung. Memang ada jalan memutar, tapi cukup jauh, tidak hanya itu, jalan besar menuju Jakarta selatan juga saat itu banyak yang tidak bisa dilewati, karena tergenang air.
Endah, semakin panik dan putus asa, dalam situasi itu ia hanya bisa duduk diam, sambil memaki kesal dirinya! Ia hanya ingin melihat anida untuk yang terahir kalinya, ia akan merasa menyesal sekali jika belum melihatnya. Di tengah kemelut hatinya, tiba-tiba ponselnya berbunyi, setelah dilihat ternyata itu panggilan dari bapaknya.
“assalamu’alaikum” ucap salam sang bapak
wa’alaikumussalam” jawab endah
“kmu udah sampai mana ndah?” Tanya bapaknya
“udah deket ke pulo gadung! Tapi sekarang balik arah lagi nih, soalnya jalan ga bisa dilewatin” jawab endah
“ya udah, kamu pulang aja ya! Ibumu kena musibah” ujar sang bapak
“musibah apa pak?” Tanya endah penasaran
“tadi, sewaktu mau naik ke lantai atas, ibumu terpeleset dan jatuh, kepalanya terbentur dinding” jelas sang bapak.
“masya allah, hari ini ko’ musibah tidak habis-habisnya ya! Ya udah endah langsung pulang aja” ujarnya
“ati-ati yang ndah, assalamu’alaikum” ujar sang bapak
“iya! wa’alaikumussalam” jawab endah, sambil mengakhiri pembicaraan.
Dalam perjalanan ke rumahnya, ia hanya bisa diam termenung, sambil menyesali dirinya, ia menyesal tidak bisa bertemu dengan anida, ia menyesal belum sempat mengucapkan maaf kepada anida, ia menyesal kenapa saat itu harus bertengkar dengan anida. Di sisi lain, ia juga bersedih karena ibunya mendapat kecelakaan kecil. Betapa hatinya sangat luluh saat itu, ia sama sekali shock dengan kejadian-kejadian itu.
Hampir 2 hari ia berdiam diri, termenung dalam penyesalan yang sangat, ia hidup, tapi jiwanya mati. Sampai suatu ketika saat 3 hari kepergian anida, ia dan teman-temannya yang lain, datang mengunjungi rumah anida, karena memang saat itu sedang ada acara pengajian. Sejak itu ia sadar, bahwa teman akrabnya itu sudah tiada, tidak ada yang bisa ia lakukan kecuali mendo’akan untuk kebaikannya. Ia berharap, anida mendengar niat baiknya untuk meminta maaf.
Akhirnya, sejak itu ia mulai bisa tersenyum, memulai hari-harinya dengan nuansa semangat dan riang seperti dulu. Pengalaman berharga itu tidak akan ia lupakan selamanya, ia menyadari pentingnya sebuah persahabatan, ia mulai mengerti, mementingkan ego tidak akan menyelesaikan permasalahan.
0 Comment
Post a Comment