Siang itu, selepas mengikuti ujian susulan di kampus, aku terjebak hujan. Padahal aku Cuma izin satu jam kepada atasanku, bagaimanapun caranya aku harus sampai ke kantor. Aku coba langkahkan kakiku ke loby depan sambil berpikir bagaimana caranya supaya sampai di kantor. Sesampainya di halaman depan, aku melihat bocah kecil berpayung besar sedang berlari kecil ke arah utara, kutaksir usianya sekitar 6 tahunan, mengingatkanku saat pertama kali masuk sekolah dasar tingkat satu. langsung saja aku panggil dia ”de, ojek payung!”, ”iya om!” jawabnya. ”tapi aga jauh nih, sekitar 1 km!” ujarku, lalu ia menjawab ”ga masalah om!”. lalu ia menyerahkan payung besar itu kepadaku, selanjutnya aku pegang gagang payung itu sambil mengajaknya berjalan bersamaku di bawah payungnya, dalam hatiku berkata ”kasihan bocah ini kehujanan, fisiknya belum tentu bisa menahan dinginnya air hujan”.
Lalu kami berdua berjalan menyusuri jalan-jalan kecil di belakang gedung pekantoran daerah matraman, sesekali kami harus berhenti jalan ketika berpapasan dengan pejalan kaki lain, karena sempitnya jalan. Aku sengaja mengambil jalur ini, ketimbang jalan besar, karena selain lebih pendek, juga bisa terhindar dari cipratan air dari kendaraan yang melewati jalan besar. Dalam perjalanan aku coba bercakap-cakap dengan bocah kecil itu
”kmu, pulang sekolah ya!”
”saya ga sekolah om!” jawabnya
”ohya! Kenapa memangnya?” tanyaku penasaran
dengan cueknya ia menjawab ”ga ada biayanya om!”
”oh gitu! Memang orangtuamu kerja apa”
”Bapak lagi nganggur, baru aja abis kontrak kerjanya”
”hmm.... ibumu?”
dengan aga pelan ia menjawab ”ibu saya sudah meninggal!”
”ooh,.. maaf ya!”
”gpp, om! Santai aja” sambil nyengir gaya bocah kecil. Hehe...
”trus, kmu tinggal di mana?”
”itu rumah saya om!” sambil menunjukkan jari telunjuk ke arah rumahnya.
Ternyata ia dan bapaknya mengontrak rumah kecil persis di belakang gedung BCA, bapaknya udah kawin 4 kali, dan bocah itu adalah hasil pernikahan dari istrinya yang ke empat, tapi sayangnya setelah melahirkan, istrinya meninggal.
”emang om, tinggalnya dmn?” tanya balik bocah itu
”saya tinggal deket lapangan badminton RT.09, ga jauh dari sini!”
”ohh itu! Lapangan itu kan tempat saya main bola sama temen-temen”
”oh gitu ya! Ngomong-ngomong, klo udah ngojek, uangnya ditabung ya!”
”dikasihin ke bapak, kasihan dia, lagi sakit di rumah”
”hmm... kmu baik juga ya! Rajin lagi”
Tidak terasa kami sudah sampai di kantorku, setelah memberikan imbalan, aku ucapkan terimakasih kepada bocah itu, dan ia hanya nyengir kuda, sambil menjawab ”sama-sama om!” lalu ia melangkahkan kakinya menuju jalan besar sambil berharap ada oranglain yang membutuhkan jasanya.
Akhirnya sampai juga aku di kantor, tapi perjalanan singkat bersama bocah pengojek payung itu, memberikan bekas yang sangat dalam kepada diri ini, aku salut sekali dengan bocah itu, dari cara bicaranya yang sopan layaknya bocah yang sudah mengenyam pendidikan di sekolah, padahal ia sama sekali belum sekolah. Aku menebak bapaknya sangat bijak mendidik bocah itu. Lalu ketegarannya dalam menjalani kehidupannya membuatku malu, tidak terlihat sedikitpun muka memelas, atau sikap mengeluh, ia optimis menjalani hidup, padahal usianya masih belia. Tapi terkadang diri ini, baru saja mendapat ujian kecil, sudah mengeluh, dan menjadi pesimis. Sungguh sikapnya itu merupakan tamparan kecil buatku. Andaikan posisiku seperti dirinya, mungkin aku tidak akan tahan dengan kehidupan seperti itu. Dalam kondisi yang serba kekurangan ia masih bisa peduli terhadap ayahnya yang sedang sakit, rasa tanggungjawabnya yang besar melebihi diriku kepada orangtuaku. Apa yang kulakukan untuk orangtuaku, tidak ada apa-apanya dengan bocah kecil itu.
Pelajaran dari bocah itu sangat berarti buatku. Tidak banyak bocah kecil yang memiliki sikap seperti itu, bocah itu seperti malaikat buatku, mungkin memang kiriman Allah SWT untuk menegurku.
Bocah Pengojek Payung
Written by Sachdar Gunawan | Tuesday, February 06, 2007 | Cerpen, Life Artikel | 3 Comment »
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
keperkasaan yang sungguh mulia. seringkali kita dibuat malu oleh pelajaran dari pinggir jalan
bocah yang menyenangkan...sepertinya :)
Hmmm.....