Taman Angkara

Written by Sachdar Gunawan | Wednesday, February 21, 2007 | , | 0 Comment »

Sekuntum anggrek taman, semerbak wanginya mengharumi petak tanah yang hanya seluas tiga kubur masa, dari banyak tangkai yang tumbuh, hanya satu yang menyumbulkan bunganya. Di sampingnya, teratai senja menguncup kecil, menyumpil diantara dedaunan, warnanya yang kusam, menampakkan ketidakberaniannya menyaingi anggrek merah itu. Di sekitar taman itu, ada juga ilalang dan rumput liar menjalari pagar setaman, diantaranya parasit hitam, dengan ganas mencaploki tanaman lemah yang merintangi raungannya menuju anggrek itu. Mawar indah nan berduripun tidak sanggup menahan serangan parasit busuk itu.

Pergulatan wisata jiwa para makhluk penjalar, merupakan persaingan antara kedukaan dan keserakahan serta kebebasan, setonggak bambu patah, menjadi saksi sejarah pergumulan di taman itu, perang sutra telah dimulai sejak awal dasawarsa lalu, hari ini adalah puncak dari ketragisan semasa, mata jiwa tiap pendewa menyuarakan ketidakadilan perusak taman, setiap jiwa mewakili ketidakpuasan tanduk para penyabot yang mengaku dirinya sebagai penguasa.

Hingga petang itu, belum ada satupun penjalar yang mengangkasakan dirinya ke puncak kemenangan, mereka tidak menyadari kemenangan yang teraih nanti adalah awal dari kepunahan peradaban mereka. Kambing hitam yang mengemudikan situasi tertawa kegirangan tatkala para penjalar berebut ramai sampai mengotori taman senja itu. Sedari tadi, kambing-kambing itu mengeluarkan doktrin bejat yang membuat suasana taman itu menjadi hiruk, hanya saja para penzina jiwa terlena dengan kebejatan abstrak itu, sehingga, mereka menjadi semakin gila dengan keangkuhannya yang hanya semata kaki.

Perahan air mata menghiasai pertumpahan harga diri para pelaku angkara, diantaranya ada yang menjerit keras menahan pedih yang memerih, pekikan semangat untuk memburu mangsa mendominasi keheningan di taman itu. Apakah itu sebuah penindasan, ataukah hanya perampokan moral, hmm.... sepertinya bukan, situasi itu tidak lebih dari pemuasan nafsu belaka, nafsu yang menjelma menjadi monster besar berlambang kemunafikan. Monster itu telah menguasai tiap jiwa para pelaku angkara.

0 Comment