Tepatlah bila kalimat di atas dijadikan sebagai bahan renungan, sebagai awal evaluasi dalam rangka introspeksi diri kita. Bila bicara sukses, maka hari ini lebih baik dari hari kemarin, dan tentu saja hari esok akan lebih baik dari hari ini, dan bukan masalah sudah seberapa jauh kita melangkah, atau sudah berapa meter kita melangkah, yang terpenting adalah sudahkah kita melangkah? Karena sukses bukanlah tujuan, tapi perjalanan. Perjalanan kemana? Tentunya perjalanan menuju tahap yang berikutnya.
Sungguhlah tidak bijak jika kita berkata diri kita sudah sukses, dan hidup kita selesai. ”Saya sudah mencapai puncak keberhasilan, apalagi yang harus saya kerjakan? Semua hal sudah saya dapatkan”, membaca kalimat ini sangatlah sesuai dengan salah satu ayat yang berbunyi; ”Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup” (QS Al’alaq 6-7)
Masih ada tahapan setelah sukses, karena di atas sukses masih ada sukses, saya jadi teringat dengan satu pernyataan yang mengatakan ”Menjadi orang sukses itu penting, tapi menjadi orang besar itu lebih penting” orang besar tidak hanya menjadikan diri mereka sukses, tapi mereka juga membuat sukses orang lain. Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat untuk orang lain
Bagaimana kita melihat diri kita? Jangan pernah melihat dari sudut orang lain memandang, tapi tanya pada diri kita, apakah semua kebaikan yang telah kita lakukan atas dasar ketulusan, apakah kita ikhlas, atau semuanya kita lakukan semata-mata hanya untuk dinilai baik oleh orang. Apakah selama ini kita memakai topeng kemunafikan, apakah kita sudah menjadi diri kita sendiri?
Berapa banyak kebaikan yang telah kita buat, berapa kali keburukan kita lakukan, mari kita bandingkan, ucapan pahit kita, caci maki kita, sumpah serapah kita, rumor2 yang kita gosipkan, sikap sinis kita, tangan jail kita, tangan yang suka mengambil yang bukan hak kita, mata yang selalu digunakan kepada kemudharatan, kaki yang selalu menginjak2 kemanusiaan, dan sikap acuh kita kepada kesengsaraan, apakah sebanding dengan kata2 pujian kita kepada teman kita yang berprestasi, kata terimakasih yang kita ucapkan, kalimat2 baik yang kita lontarkan, dzikir & tilawah yang kita lantunkan sebelum dan sesudah shalat, infaq dan sedekah kita, tausiyah2 rukhiyah yang kita dengarkan, serta kaki yang selalu dijadikan sebagai penahan beban ketika membantu orang lain. Apakah itu sudah sebanding? Kalaupun sebanding kita tetap harus malu pada Allah SWT, atas kenikmatan yang telah kita dapatkan, mulai dari bangun tidur hingga kembali ke peraduan. Nikmat bernafas, nikmat rezeki, nikmat tempat tinggal, nikmat kemudahan, dll. Sungguh tiada terbatas nikmatNya kepada kita.
Marilah kita bercermin kepada sepak terjang kita terdahulu, mari luangkan waktu untuk membuka kembali goresan perjalanan hidup kita, luangkan satu hari, bila tidak sempat satu jam, satu menit, satu detik demi kebaikan kita. Janganlah puas atas prestasi yang teraih, tapi bersyukurlah kepadaNya, perbaiki kesalahan2 yang ada, goreskan tintamu, warnai hidupmu. Semoga Allah SWT memberkahi hidup kita. Amin
Wallahu ’alam
[31 Desember 2006]